4 my nation

4 my nation

Sabtu, 17 Desember 2011

SILOGISME ARISTOTELES

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu filosuf yang dianggap sangat berjasa dalam meletakkan sendi-sendi pertama rasionalitas Barat adalah Aristoteles, yang merupakan murid Plato. Meskipun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan pandangan, tetapi Aristoteles dianggap sebagai murid yang mewarisi pemikiran-pemikiran gurunya, dan dianggap sebagai salah satu tokoh penggerak zaman. (http://darunnajah.ac.id/?act=news&kategori=Artikel&id=19). Aristoteles sependapat dengan gurunya Plato, yaitu tujuan terakhir daripada filosofi adalah pengetahuan tentang wujud/adanya dan yang umum. Dia juga mempunyai keyakinan tentang kebenaran yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan jelas pengertian, bagaimana memikirkan adanya itu? Menurut Aristoteles adanya itu tidak dapat diketahui dari materi benda belaka, tidak pula dari pemikiran yang bersifat umum semata. Seperti pendapat Plato tentang adanya itu terletak dalam barang satu-satunya, selama barang tersebut ditentukan oleh yang umum. Pandangannya juga yang realis dari pandanganan Plato yang selalu didasarkan pada yang abstrak. Ini semua disebabkan dari pendidikannya diwaktu kecil yang senantiasa mengharapkan adanya bukti dan kenyataan. Ia terlebih dahulu memandang yang konkrit, bermula dari mengumpulkan fakta-fakta yang ada kemudian disusun menurut ragam dan jenis atau sifatnya dalam suatu sistem setelah itu ia meninjaunya kembali dan disangkutpautkan satu sama lain. Bila orang-orang shopis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam metaphysics menyatakan abahwa manusia dapat mencapai kebenaran. Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan (idak memperdulikan) alam ini. Ia bukan pesona, ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia. Dalam mencintai tuhan kita tidak usah mengharapkan ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi dan kita mencontoh ke sana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita. Pandangan filsafatnya tentang etika adalah bahwa etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan merupakan sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. Etika dapat mendidik manusia supaya memiliki sikap ayang pantas dalam segala perbuatan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak ditengah-tengah antara dua ujung yag paliang jauh. Contohnya pemberani adalah sifat baik yang terletak di antara pengecut dan nekad, dermawan terletak di antara kikir adan pemboros, renadah hati terletak diantara berjiwa budi dan sombong, dan lain sebagainya. Orang harus pandai mengusai diri agar tidak terombang-ambing oleh haw nafsu. Namuna, dalam pemahamannya selain dalam permasalahan etik ia juga menyinggung masalah tentang nilai-nilai matematika, fisika, astronomi dan filsafat. Ia menyatakan bahwa putra-putri semu warga negara sebaiknya diajar sesuai dengan kemampuan mereka, sesuatu pandangan mereka yang sama dengan doktrin Plato tentang keberadaan individual, disiplin merupakan hal yang essensial untuk mengajarkan para apemuda daan kaum laki-laki muda untuk mematuhi perintah-perintah dan mengendalikan gerakan ahati mereka. Aristoteles seorang filusuf yang terbesar, memberikan definisi bahwa manusia itu adalah hewan yang berakal sehat yang mengeluarkan pendapatnya yang bebicara berdasarkan akal pikirannya. (http://dakir.wordpress.com/2009/04/18/filsafat-aristoteles/). Aristoteles adalah orang pertama yang menulis satu sistematika atas logika formal dan logika dialektik, sebagai cara menyusun pikiran. Tujuan dari logika formal adalah untuk menyediakan kerangka kerja untuk membedakan argumen yang sahih dan yang tidak sahih. Hal ini dilakukannya dalam bentuk silogisme. Ada berbagai bentuk silogisme, yang sebenarnya merupakan varian dari tema yang sama.(http://dunia-filsafat.blogspot.com/2010/05/apa-itu-silogisme.html). 1.2. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Perjalanan Aristoteles? 2. Bagaimana pengetian dari Silogisme Aristoteles? 3. Bagaimana perkembangan Silogisme Aristoteles? 4. Bagaimana pengaruh pemikiran Aristoteles? 1.3. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Perjalanan Aristoteles? 2. Bagaimana pengetian dari Silogisme Aristoteles? 3. Bagaimana perkembangan Silogisme Aristoteles? 4. Bagaimana pengaruh pemikiran Aristoteles? 1.4. Metode Pemecahan Masalah Metode penulisan yang digunakan dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini yaitu menggunakan metode studi literatur dengan mengumpulkan berbagai sumber (sumber buku dan internet) yang berkaitan dengan tema Silogisme Aristoteles. 1.5. Sistematika Penulisan Bab I : dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini, dan sistematika penulisan. Bab II : dalam bab ini merupakan bab isi pembahasan masalah berisi mengenai perjalanan Aristoteles, pengertian silogisme Aristoteles, perkembangan silogisme Aristoteles, dan pengaruh pemikiran Aristoteles. Bab III : dalam bab ini merupakan bab penutupan berisi kesimpulan dari pembahasan. BAB II SILOGISME ARISTOTELES 1.1. Perjalanan Aristoteles Aristoteles dikenal dunia sebagai salah satu filsuf terbesar sepanjang sejarah. Berbagai tulisannya menjadi dasar pengembangan ilmu filsafat, fisika, metafisika, politik, pemerintahan, dan pengetahuan alam. Dua filsuf lainnya yang dianggap paling berpengaruh dalam khasanah pemikiran di Eropa adalah Plato dan Socrates. Aristoteles juga murid yang menjadi salah satu tokoh berpengaruh di muka bumi yaitu Alexander agung. Aristoteles lahir di Stagira Chalcidice, Thracia, Yunani tahun 384 SM. Ia keturunan seorang ahli pengobatan dari Makedonia. Aristolteles bergelut dengan pemikiran dan pengetahuan sejak usia 17 tahun. Ia berguru dengan Plato yang dikemudian menjadi pengajar di Akademi Plato selama kurang lebih 20 tahun. Ketika muridnya (Alexander Agung) berkuasa di Makedonia, Aristoteles kembali ke Yunani dan mendirikan akademi yang diberi nama Lyceum. Setelah kekuasaan Alexander melemah dan akhirnya jatuh, Aristoteles hidup di pelarian untuk menghindari pembunuhan seperti dialami Socrates. Ia akhirnya meninggal dalam pengungsian tahun 322 SM.(http://id.wikipedia.org/wiki/Aristoteles) Filsafat Aristoteles tertulis dalam enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang member sumbangan besar bagi perkembangan bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni. Di bidang ilmu alam, ia orang pertama yang mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya berkaitan dengan gerak. Ia menjelaskan semua benda bergerak menuju satu tujuan, Karena benda tidak dapat bergerak sendiri, maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles lebih bersifat deduktif, yang sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari pengetahuan tentang logika formal.Namun dalam ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif. Sumbangan penting Aristoteles yang lain adalah silogisme yang digunakan untuk menarik kesimpulan dari dua kebenaran yang telah ada. Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki. Pandangan Aristoteles tentang seni dituangkan dalam buku Poetike. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material. Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar. Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normative. Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan dan bukti-bukti yang konkrit. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan (http://www.biografitokohdunia.com/2011/03/biografi-aristoteles.html). 1.2. Pengertian Silogisme Silogisme adalah cara berpikir logis, yang dapat digambarkan dengan berbagai cara. Definisi yang diberikan Aristoteles sendiri adalah sebagai berikut: "Satu diskursus di mana berbagai hal dinyatakan, hal-hal lain yang tidak dinyatakan harus mengikuti apa yang dinyatakan karena hal-hal itu dinyatakan demikan." Definisi yang paling sederhana diberikan oleh A. A. Luce: "Sebuah silogisme adalah satu triad [pasangan ganda tiga] dari proposisi yang yang saling berhubungan, terhubung sedemikian rupa sehingga salah satu dari ketiganya, yang disebut Kesimpulan, harus mengikuti kedua pernyataan yang lain, yang disebut Premis."( http://dunia-filsafat.blogspot.com/2010/05/apa-itu-silogisme.html). Orang-orang Terpelajar dari abad pertengahan memusatkan perhatian mereka pada jenis logika formal yang dikembangkan Aristoteles dalam The Prior and Posterior Analytics. Dalam bentuk inilah logika Aristoteles diwariskan sampai Abad Pertengahan. Dalam prakteknya, silogisme ini mengandung dua premis dan satu kesimpulan. Subjek maupun predikat dari kesimpulan masing-masing muncul dalam salah satu dari kedua premis, bersama dengan bagian ketiga (termin tengah) yang ditemukan dalam kedua premis, tapi tidak di dalam kesimpulan. Predikat dari kesimpulan adalah termin mayor; premis di mana ia terkandung disebut premis mayor; subjek dari kesimpulan adalah termin minor; dan premis di mana ia terkandung disebut premis minor. Contohnya, a) Semua manusia adalah fana. (Premis mayor) b) Caesar adalah seorang manusia. (Premis minor) c) Dengan demikian, Caesar adalah fana. (Kesimpulan) Ini disebut satu pernyataan kategorikal afirmatif. Pernyataan ini memberi kesan sebagai sebuah rantai logis dari sebuah argumen, di mana tiap tahap niscaya diturunkan sebagai hasil dari tahap sebelumnya. Tapi, sebenarnya, bukan itu yang terjadi, karena "Caesar" sebenarnya telah termasuk dalam himpunan "semua manusia". Kant, seperti Hegel, menganggap rendah silogisme ("doktrin yang bertele-tele," ujar Kant). Baginya, silogisme "tidaklah lebih dari sekedar satu tipuan" di mana kesimpulan sebenarnya telah disisipkan tersembunyi dalam premis sehingga kesan berpikir yang ditimbulkannya adalah palsu.(http://dunia-filsafat.blogspot.com/2010/05/apa-itu-silogisme.html). Jenis lain silogisme berbentuk kondisional (jika ... maka ...), contohnya: "Jika seekor hewan adalah seekor harimau, maka ia adalah pemakan daging." Ini adalah cara lain untuk menyatakan hal yang sama dengan pernyataan kategorikal afirmatif, yaitu, semua harimau adalah pemakan daging. Hubungan yang sama terjadi pada bentuk negatifnya - "Jika ia adalah seekor ikan, maka ia bukanlah hewan menyusui" adalah cara lain untuk menyatakan "Tidak ada ikan yang menyusui". Perbedaan formal ini menyembunyikan fakta bahwa kita belum maju selangkahpun dalam pemikiran kita. Apa yang sebenarnya baru saja ditunjukkan adalah hubungan internal antara berbagai hal, bukan hanya dalam pikiran tapi juga dalam dunia nyata. "A" dan "B" terhubung dengan satu cara tertentu terhadap "C" (bagian tengah) dan premis-premis, dengan demikian, mereka terhubung satu sama lain di dalam kesimpulan. Dengan pemahaman dan kedalaman yang dahsyat, Hegel menunjukkan bahwa apa yang ditunjukkan oleh silogisme adalah hubungan dari yang khusus ke yang umum. Dengan kata lain, silogisme itu sendiri adalah satu contoh dari kesatuan hal-hal yang bertentangan, kontradiksi dalam tingkatan paling sempurna, dan dalam kenyataannya, segala hal adalah "silogisme". Masa keemasan silogisme terjadi dalam Abad Pertengahan, ketika Orang-orang Terpelajar mengabdikan seluruh hidup mereka dalam perdebatan tanpa ujung tentang segala persoalan teologis yang kabur, seperti "apa jenis kelamin malaikat?" Konstruksi logika formal yang berbelit-belit itu membuat mereka nampak sedang terlibat dalam satu diskusi yang mendasar padahal, kenyataannya, mereka tidak sedang berdebat sama sekali. Alasannya terletak persis pada sifat logika formal itu sendiri. Seperti yang dinyatakan oleh namanya, logika ini hanya mengurusi segala yang memiliki bentuk. Masalah tentang hakikat atau isi tidak termasuk di dalamnya. Persis inilah cacat utama dari logika formal, dan sekaligus adalah urat Achilles-nya. 1.3. Perkembangan Silogisme Aristoteles Masa keemasan silogisme terjadi dalam Abad Pertengahan, ketika Orang-orang Terpelajar mengabdikan seluruh hidup mereka dalam perdebatan tanpa ujung tentang segala persoalan teologis yang kabur, seperti "apa jenis kelamin malaikat?" Konstruksi logika formal yang berbelit-belit itu membuat mereka nampak sedang terlibat dalam satu diskusi yang mendasar padahal, kenyataannya, mereka tidak sedang berdebat sama sekali. Alasannya terletak persis pada sifat logika formal itu sendiri. Seperti yang dinyatakan oleh namanya, logika ini hanya mengurusi segala yang memiliki bentuk [form]. Masalah tentang hakikat atau isi tidak termasuk di dalamnya. Persis inilah cacat utama dari logika formal, dan sekaligus adalah urat Achilles-nya. Pada masa Jaman Pencerahan, pembangkitan kembali semangat kemanusiaan, ketidakpuasan terhadap logika Aristotelian meluas dengan cepat. Terjadilah satu peningkatan reaksi melawan Aristoteles, yang sesungguhnya tidak adil terhadap pemikir besar ini, tapi sesungguhnya berakar dari fakta bahwa Gereja telah menindas segala yang berharga dalam filsafatnya, dan memelihara karikatur yang tak bernyawa dari filsafat yang sangat tinggi nilainya itu. Bagi Aristoteles, silogisme hanyalah satu proses dalam tata berpikir, dan tidak harus juga menjadi bagian yang terpenting darinya. Aristoteles juga menulis tentang dialektika, dan tapi aspek ini dilupakan. Logika dilucuti dari segala kehidupan yang dimilikinya dan diubah, mengutip Hegel, menjadi "tulang-tulang tak bernyawa." Penolakan terhadap formalisme tak bernyawa ini tercermin dalam gerakan terhadap empirisisme, yang membuahi janin penyelidikan dan percobaan ilmiah. Walau demikian, mustahillah untuk sama sekali mengabaikan sama sekali satu bentuk pemikiran, dan empirisisme telah sejak kelahirannya membawa benih-benih kehancurannya sendiri. Satu-satunya alternatif yang berharga untuk metode berpikir yang penuh kekurangan dan tidak tepat ini adalah dengan mengembangkan metode yang tepat dan tanpa kekurangan. Di akhir Abad Pertengahan, silogisme telah sama sekali dipermalukan di mana-mana, dan dihinakan dan dilecehkan. Rabelais, Petrach dan Montaigne, semua menyangkal kebenaran silogisme. Tapi silogisme masih terus bertahan, terutama di negeri-negeri Katolik, yang tidak tersentuh oleh badai yang ditiupkan oleh Reformasi Protestan. Di akhir abad ke-18, logika berada dalam keadaan yang demikian buruk sehingga Kant merasa berkewajiban untuk meluncurkan satu kritik umum terhadap bentuk-bentuk cara berpikir lama dalam bukunya “Critique of Pure Reason”. Hegel adalah orang pertama yang menempatkan hukum-hukum logika formal ke dalam analisis yang sepenuhnya kritis. Di dalam analisis ini ia menyempurnakan kerja yang telah dimulai oleh Kant. Tapi di mana Kant hanya menunjukkan kekurangan-kekurangan dan kontradiksi yang terkandung di dalam logika tradisional, Hegel maju lebih jauh, menguraikan satu pendekatan yang sama sekali berbeda terhadap logika, satu pendekatan dinamis yang akan memasukkan pergerakan dan kontradiksi ke dalam logika, dua hal yang tidak sanggup ditangani oleh logika formal. (http://dunia-filsafat.blogspot.com/2010/05/apa-itu-silogisme.html). 1.4. Pengaruh Pemikiran Aristoteles Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di belakang hari sungguh mendalam. Di zaman dulu dan zaman pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani, Jerman dan Inggris. Penulis-penulis Yunani yang muncul kemudian, begitu pula filosof-filosof Byzantium mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman yang sangat. Perlu juga dicatat, buah pikirannya banyak membawa pengaruh pada filosof Islam dan berabad-abad lamanya tulisan-tulisannya mendominir cara berpikir Barat. Ibnu Rusyd (Averroes), mungkin filosof Arab yang paling terkemuka, mencoba merumuskan suatu perpaduan antara Teologi Islam dengan rasionalisme Aristoteles. Maimomides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan Yudaisme. Tetapi, hasil kerja paling gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa Theologia-nya cendikiawan Nasrani St. Thomas Aquinas. Di luar daftar ini masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles. (file:///D:/Education%20File/All%20About%20History/seratus%20tokoh%20paling%20berpengaruh%20dalam%20sejarah.htm). Kekaguman orang kepada Aristoteles menjadi begitu melonjak di akhir abad tengah tatkala keadaan sudah mengarah pada penyembahan berhala.Dalam keadaan itu tulisan-tulisan Aristoteles lebih merupakan semacam bungkus intelek yang jitu tempat mempertanyakan problem lebih lanjut daripada semacam lampu penerang jalan. Aristoteles yang gemar meneliti dan memikirkan ihwal dirinya tak salah lagi kurang sepakat dengan sanjungan membabi buta dari generasi berikutnya terhadap tulisan-tulisannya. Beberapa ide Aristoteles kelihatan reaksioner diukur dengan kacamata sekarang. Misalnya, dia mendukung perbudakan karena dianggapnya sejalan dengan garis hukum alam. Dia percaya kerendahan martabat wanita ketimbang laki-laki. Kedua ide ini tentu saja mencerminkan pandangan yang berlaku pada zaman itu. Tetapi, tak kurang pula banyaknya buah pikiran Aristoteles yang mencengangkan modernnya, misalnya kalimatnya, “Kemiskinan adalah bapaknya revolusi dan kejahatan,” dan kalimat “Barangsiapa yang sudah merenungi dalam-dalam seni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib sesuatu emperium tergantung pada pendidikan anak-anak mudanya.” (Tentu saja, waktu itu belum ada sekolah seperti yang kita kenal sekarang). Di abad-abad belakangan, pengaruh dan reputasi Aristoteles telah merosot bukan alang kepalang. Namun, ada yang berpikir bahwa pengaruhnya sudah begitu menyerap dan berlangsung begitu lama sehingga saya menyesal tidak bisa menempatkannya lebih tinggi dari tingkat urutan seperti sekarang ini. Tingka turutannya sekarang ini terutama akibat amat pentingnya ketiga belas orang yang mendahuluinya dalam urutan. (http://darunnajah.ac.id/?act=news&kategori=Artikel&id=19). KESIMPULAN Aristoteles mempunyai dasar-dasar ajaran tentang filsafat yang kemudian banyak berkembang di Barat. Meskipun demikian, ada juga cendekiawan muslim yang terpengaruh oleh pemikiran filsafatnya. Dalam filsafatnya, Aristoteles bertitik tolak dari apa yang dia amati dalam hidup manusia dan hidup masyarakat. Dari praksis nyata dan data-data, dia kemudian menyimpulkan menjadi suatu theoria yang meliputi segala data pengamatan itu. Silogisme dapat dikatakan sebagai cara berpikir logis, yang dapat digambarkan dengan berbagai cara. Hegel menunjukkan bahwa apa yang ditunjukkan oleh silogisme adalah hubungan dari yang khusus ke yang umum. Dengan kata lain, silogisme itu sendiri adalah satu contoh dari kesatuan hal-hal yang bertentangan, kontradiksi dalam tingkatan paling sempurna, dan dalam kenyataannya, segala hal adalah "silogisme". DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Supriadi. (tt). Pemikiran Aristoteles dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Filsafat Logika, Pengetahuan, dan Metafisika. [Online]. Tersedia: http://darunnajah.ac.id/?act=news&kategori=Artikel&id=19. [13 Desember 2011]. Hart, Michael H. (1983). Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah, Terjemahan Mahbub Djunaidi. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya. NN. (2011). Biografi Aristoteles. [Online]. Tersedia: http://www.biografitokohdunia.com/2011/03/biografi-aristoteles.html. [15 Desember 2011]. Rapar, J.H. (1993). Filsafat Politik Aristoteles. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Wikipedia. (2011). Aristoteles. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Aristoteles. [15 Desember 2011].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar