Sitem yang digunakan pada Pemilu 1977 tidak berbeda jauh dengan yang digunakan pada pemilu 1971 yaitu menggunkan Sistem Proporsional. Adapun yang menjadi ciri khas dari sistem proporsional diantaranya: Pertama, wilayah negara ditetapkan sebagai satu daerah pemilihan, akan tetapi dalam pelaksanaannya dapat dibagi dalam beberapa daerah pemilihan administratif; Kedua, pemilih memilih OPP (Organisasi Peserta Pemilu), Organisasi Peserta Pemilu mengajukan calon-calonnya yang disusun dalam satu daftar; Ketiga, penetapan jumlah kursi sama dengan jumlah suara yang diperoleh; Keempat, tiap daerah pemilihan memilih lebih dari seorang wakil. Ciri khas dari pelaksanaan sistem pemilu 1977 ialah yang partai yang menjadi peserta pemilu. Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar.
Perlu diketahui, inilah pemilu pertama yang hanya diikuti dua partai politik (PPP, PDI) dan Golkar, yang merupakan kelanjutan dari program penyederhanaan partai. PPP lahir pada 5 Januari 1973, hasil fusi dari empat partai Islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti). Lima hari kemudian, lahirlah PDI sebagai fusi lima partai (PNI, Parkindo, Partai Katolik, Murba, dan IPKI). Penyederhanaan partai makin diperkuat dengan kelahiran UU 3/1975 tentang Parpol dan Golongan Karya, serta UU 4/1975 tentang Pemilu. Fusi merupakan ''buah kesuksesan'' Orde Baru dalam menyederhanakan partai-partai. Sebab, partai yang dibangun dari fusi partai-partai jelas rawan konflik. Tidak heran apabila PPP dan PDI tidak pernah lepas dari konflik, yang kebanyakan memerlukan intervensi pemerintah. Masa kampanye juga berlangsung 60 hari (27 April - 25 Juni 1977).
Mengenai sistem pelaksanaannya, MPR sama sekali tidak menetapkannya. Semua diserahkan kepada Presiden dan DPR. Keinginan Presiden mengenai sistem ini terlihat dari RUU tersebut. Rancangan itu dapat dikatakan hanya berupa perubahan redaksionil saja terhadap UU 15/1969, karena memang tidak ada perubahan yang prinsipil. Seandainya tidak ada ketentuan dalam Tap MPR tersebut bahwa yang boleh ikut pemilu 1977 hanya dua parpol dan satu golkar, maka mungkin Pemerintah akan berpendapat bahwa pemilu 1977 cukup diatur dengan UU 15/ 1969. Karena tidak ada perubahan prinsipil, dapat diambil kesimpulan bahwa Pemerintah tetap berkeinginan untuk memakai sistem perwakilan seperti apa yang terdapat dalam UU 15/1969, yaitu sistem perwakilan proporsionil di mana para pemilih tetap akan menusuk tanda gambar. Perbedaannya hanya dalam pemilu 1971 terdapat 10 tanda gambar, maka pada pemilu 1977 tinggal tiga tanda gambar saja.
Adapun hasil dari Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.
Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar. PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5
PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik. Selengkapnya perolehan kursi dan suara tersebut bisa dilihat pada tabel di bawah ini
No Partai Suara % Kursi %(1971) Ket
1 Golkar 39.750.096 62,11 232 62,80 -0,69
2 PPP 18.743.491 29,29 99 27,12 +2,17
3 PDI 5.504.757 8,60 29 10,08 -1,48
Jumlah 63.998.344 100,00 360 100,00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar