Sebagai bagian dari sebuah kelembagaan dalam konteks negara demokratis, seperti yang telah dijelaskan sepintas di atas bahwa partai politik memiliki posisi (Status) dan peranan (Role) yang begitu sentral dalam menghubungkan pandangan-pandangan umum yang timbul dalam masyarakat dengan pemerintah. Seorang tokoh yaitu Schattscheider berpendapat mengenai peranan partai politik yang memiliki peran dalam pembentukan corak demokrasi dalam suatu negara, ia menyatakan “Political parties created democracy”.
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 pengertian partai politik seperti yang telah disebutkan di atas adalah sebuah lembaga nasional yang diidentifikasikan sebagai lembaga yang mengedepankan kepentingan politik anggota-anggotanya. Fungsi partai politik dibedakan kepada tiga keadaan yang berbeda, yaitu di negara demokratis (dalam hal ini lebih cenderung kepada negara maju), negara otoriter, dan negara berkembang. Adapun fungsi partai politik dalam negara demokratis sangat kentara dan bekerja sebagai layaknya sebuah partai politik, di negara berkembang tujuan dan fungsi partai politik hampir serupa dengan negara demokratis, namun ada beberapa permasalahan sosial kemasyarakatan yang menghambat efektifitas kinerjanya, adapun pada negara otoriter partai politik tergantung, apakah partai politik tersebut berkuasa atau tidak?, apabila partai politik tersebut berkuasa maka secara otomatis dia akan mudah merealisasikan tujuannya namun berbeda apabila partai tersebut tidak berkuasa maka fungsinya tidak bisa berjalan untuk kepentingan umum, partai komunis yang berkuasa bertujuan untuk mencapai kekuasaan yang dijadikan batu loncatan untuk menguasai semua partai politik yang ada dan menghancurkan sistem politik yang demokratis.
Demokrasi. Sebuah kata yang harus dibayar mahal. Baik dari segi finansial, waktu, tenaga, bahkan pikiran. Namun, masih banyak sorotan mengenai kekurangan serta kritik akan keberlangsungan pesta demokrasi Indonesia yang baru saja usai. Sedikit menengok ke belakang tentang lahirnya demokrasi di Indonesia. Semakin memalasnya semangat berekspresi dan mengeluarkan pendapat terjadi saat rezim Orde Baru menjalankan pemilu dengan hanya ada dua partai politik, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta Golongan Karya. Dan pemilu Orde Baru hanyalah suatu bentuk formalitas karena kemenangan Golkar sudah mampu dipastikan.
Kemudian, rezim Orde Baru pun tumbang. Suara ingin diselenggarakannya sistem demokrasi Indonesia yang bersih mulai disuarakan dimana-mana. Dua partai politik dan Golkar beranak-pinak, menghasilkan sekian banyak partai politik yang bermunculan, yang selanjutnya disebut sebagai multi partai. Sistem multi partai ini yang disinyalir mampu mewakili suara-suara rakyat demi terbangunnya demokrasi di Indonesia. Sistem multi partai pun menjadi warna dalam penyelenggaraan pemilu 1999. Pemilu 2004 adalah pesta demokrasi pertama dimana rakyat secara langsung memilih presiden dan wakil presidennya. Inilah yang dianggap sebagai puncak dari segala puncak rangkaian pesta demokrasi di Indonesia. Gairah masyarakat untuk berpartisipasi dan menggunakan hak pilihnya pun termasuk kategori tinggi karena pertama kali dalam sejarah Indonesia rakyat secara langsung memilih presiden dan wakil presiden. Yang pasti multi partai tetap mewarnai pemilu 2004.
Kini, pemilu 2009 telah usai. Tren baru pemilu 2009 : contreng. Pemilu 2009 mengganti format mencoblos dengan mencontreng. Pendukung partai Golput ini rata-rata adalah golongan masyarakat tidak mampu dan masyarakat perantauan. Golongan masyarakat tidak mampu merasa untuk apa ikut menggunakan hak pilih, kehidupan mereka tidak akan berubah meskipun terpilih pemimpin baru. masih banyak dewan yang terlibat korupsi, duduk-duduk, bersenang-senang, kesimpulan. Golongan masyarakat itu akhirnya memilih bekerja dari pada mampir ke TPU untuk mencontreng. Begitu pula, dengan adanya pemikiran bahwa untuk apa memilih calon-calon yang tidak jelas kualitasnya atau bahkan sudah terbukti tidak berkualitas dan tidak perlu membuang-buang waktu ke TPU untuk memilih calon pemimpin tidak berkualitas atau calon pemimpin yang disinyalir merupakan calon tidak berkualitas. Meskipun telah usai, masih banyak terdapat perdebatan dan efek domino yang meluas akibat ketidakpuasan penyelanggaraan pemilu 2009. Kemenangan SBY-Budiono yang signifikan dan dianggap terdapat banyak kecurangan di dalamnya, termasuk angka golput yang tinggi akibat DPT dan ketidakjelasan sistem memilih di beberapa tempat. Sistem multi partai tetap mewarnai pemilu 2009. Partai-partai baru yang bermunculan bukan tidak mungkin hanya kemasan baru dari produk lama yang menyamar dengan kemasan baru, lambang partai baru, senyum baru, dan yang pasti janji baru. Terdapat pertanyaan yang selau tergambar dalam benak setiap orang. Pertanyaannya adalah, seberapa besar efektifitas sistem multi partai pada penyelenggaraan pemilu? Sejauh manakah pengaruh multi partai sebagai wadah berekspresi rakyat? Benarkah partai-partai yang sekian banyak itu akan kembali pada rakyat atau malah kembali memikirkan diri mereka masing-masing? Disini, yang patut digarisbawahi adalah bagaimana membangun pemerintahan yang efektif dan efisien.
Multi partai apakah nantinya akan mengarah pada pemerintah yang efektif dan efisien? Bisa jadi tidak. Anggapan bahwa multi partai adalah sarana yang paling tepat untuk penyelenggaraan demokrasi karena keterjaminan akan partisipasi bisa jadi malah menghancurkan pemerintahan itu sendiri. Karena kebanyakan partai tersebut lebih mementingkan kepentingan sendiri. Sistem kepartaian harusnya mampu membentuk pemerintah yang kuat. Namun, nyatanya sekian banyak partai yang bermunculan akhirnya mengkotak-kotakkan bangsa dan semakin tidak tercapai tujuan integralistik karena masing-masing disibukkan dengan pencapaian kepentingan dan ideologi masing-masing. Partai pun akhirnya hanya menjadi pembelaan terhadap kepentingan perebutan kekuasaan, bukan sebagai seleksi dalam menentukan pemimpin politik. Sistem multi partai pun dinilai belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi kondisi politik dan pemerintahan di Indonesia.
Dengan demikian, diperlukan penyederhanaan sistem kepartaian di Indonesia. Indonesia kini sedang berusaha menemukan sistem pemilu dan kepartaian yang cocok untuk mencapai tujuan awal dibangunnya demokrasi yang bersih, termasuk tingkat efektifitas dan tingkat keterwakilan sistem tersebut. Namun, sistem penyederhanaan muti partai bisa jadi nantinya malah menjerumuskan masyarakat terhadap pola kepemimpinan yang otoriter dan akhirnya kembalilah kita kepada masa Orde Baru yang lalu. Maka, perlu diadakan penyederhanaan sistem kepartaian yang terarah. Pertama, dengan meningkatkan kualitas persyaratan dalam pendirian partai politik baru. Dengan ini, tidak serta merta partai yang baru didirikan secara instan maju menjadi peserta pemilu. Selain itu, sistem koalisi partai yang permanent. Tidak hanya perasaan dan kerja sama sesaat ketika koalisi partai dirasa akan menguntungkan pihak-pihak yang terlibat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar