4 my nation
Kamis, 27 Oktober 2011
Pengajaran Remedial
PENGERTIAN PENGAJARAN REMEDIAL
A. Pengajaran Remedial
Dalam proses belajar-mengajar di sekolah, pengajaran remedial memang peranan yang penting sekali terutama dalam rangka mencapai hasil belajar yang lebih memadai. Pengajaran remedial merupakan pelengkap proses pengajaran secara keseluruhan. Beberapa alasan perlunya pengajaran remedial dapat dilihat dari beberapa segi:
1) Dari segi murid, kenyataan menunjukan bahwa masih banyak murid yang belum dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya murid yang mendapat nilai prestasi belajar yang masih dianggap kurang, misalnya rata-rata yang dicapai masih jauh dibawah ukuran yang diharapkan .
2) Dari pihak guru, pada dasarnya guru bertanggung jawab atas keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Ini berarti bahwa guru bertanggung jawab akan tercapainya tujuan pendidikan melalui pencapaian tujuan instruksional dan tujuan kurikuler.
Dalam pelaksanaan tugasnya, guru tidak hanya berperan sebagai penyampai pengetahuan kepada murid-muridnya, akan tetapi ia mempunyai peranan juga sebagai pembingbing.
3) Dilihat dari segi pengertian proses belajar, pengajaran remedial diperlukan untuk melaksanakan proses belajar yang sebenarnya. Sebagai mana kita ketahui, proses belajar sesungguhnya ditandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan.
4) Pelaksanaan pelayanan bingbingan dan penyuluhan di sekolah pada dasarnya merupakan salah satu unsur dalam keseluruhan proses pendidikan. Melalui pelayanan bingbingan dan penyuluhan, setiap murid akan mendapat pelayanan pribadi sehingga mereka dapat memahami diri dan mampu mengarahkan dirinya dalam mencapai perkembangan yang optimal.
B. Arti Pengajaran Remedial
Dilihat dari arti katanya, remedial berarti bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau membuat menjadi baik. Dengan demikian pengajaran remedial adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau pengajaran yang membuat menjadi baik jadi dalam pengajaran remedial yang disembuhkan, yang diperbaiki, atu yang dibetulkan adalah keseluruhan proses belajar-mengajar yang meliputi cara belajar, metode mengajar, materi pelajaran, alat belajar dan lingkungan yang turut serta mempengaruhi proses belajar mengajar. Dengan pengajaran remedial, murid yang mengalami kesulitan belajar dapat dibetulkan atau disembuhkan atau diperbaiki sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan kemampuannya.
Perbandingan pengajaran remedial dengan pengajaran biasa atau regular:
1) Pengajaran regular merupakan kegiatan pengajaran biasa sebagai program belajar mengajar di kelas dengan semua murid turut serta berparti sipasi.
2) Dari segi tujuannya pembelajaran regular dilaksanakan untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan bersifat sama untuk semua murid.
3) Metode yang digunakan dalam pengajaran regular bersifat sama untuk semua murid, sedang dalam pengajaran remedial bersifat diferensi, artinya disesuaikan dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan belajarnya.
4) Pengajaran regular dilaksanakan oleh guru kelas atau guru bidang studi
5) Alat-alat yang dipergunakan dalam pengajaran remedial lebih berfariasi dibandingkan dengan pengajaran regular
6) Pengajaran remedial menuntut pendekatan dan teknik yang lebih diferensial artinya lebih disesuaikan dengan keadaan masing-masing pribadi murid yang akan dibantu.
7) Dalam hasil evaluasi, pengajaran regular lebih banyak menggunakan alat evaluasi yang bersifat seragam dan kelompok, sedangkan dalam pengajaran remedial, alat evaluasi yang digunakan disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dihadapi murid.
C. Tujuan Pengajaran Remedial
Secara umum tujuan pengajaran remedial tidaklah berbeda dengan tujuan pada umumnya. Adapun tujuan pengajaran remedial adalah agar murid-murid yang mengalami kesulitan belajar dapat mencapa prestasi belajar yang diharapkan melalui penyembuhan atau perbaikan dalam proses belajarnya.
Secara terperinci tujuan pengajaran remedial ialah agar murid-murid :
1) Memahami dirinya, khususnya menyangkut prestasi belajar
2) Dapat mengubah cara-cara belajar kearah yang lebih baik sesuai dengan kesulitan yang dihadapi
3) Dapat memilih materi dan fasilitas belajar untuk mengatasi kesulitan belajarnya.
4) Dapat mengatasi hambatan-hambatan belajar yang menjadi latar belakangnya
5) Dapat mengembangkan sikap-sikap dan kebiasaan yang baru yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang lebih baik
6) Dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan.
D. Fungsi Pengajaran Remedial
Berberapa fungsi remedial:
1) Fungsi Korektif
Fungsi Korektif artinya bahwa melalui pengajaran remedial dapat diadakan pembetulan atau perbaikan terhadap sesuatu yang dipandang masih belum mencapai apa yang diharapkan dalam keseluruhan proses belajar mengajar
2) Fungsi pemahaman
Yang dimaksud dengan fungsi ini adalah bahwa pengajaran remedial memungkinkan guru, murid dan pihak-pihak lain yang dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap murid
3) Fungsi Penyesuaian
Pengajaran remedial dapat membantu murid untuk lebih dapat menyesuaikan dirinya terhadap tuntutan kerja belajar
4) Fungsi Pengayaan
Yang dimaksud dengan fungsi pengayaan adalah bahwa pengajaran remedial dapat memperkaya proses belajar mengajar.
5) Fungsi Akselerasi
Yang dimaksud dengan fungsi ini adalah bahwa pengajaran remedial dapat membantu mempercepat proses belajar baik baik dalam arti waktu maupun materi.
6) Funsi Terapeutik
Secara langsung atupun tidak langsung, pengajaran remedial dapat menyembuhkan atau memperbaiki kondisi-kondisi kepribadian murid yang diperkirakan menunjukan ada penyimpangan
KESIMPULAN
Pengajaran remedial dapat diartikan sebagai suatu bentuk khusus pengajaran yang diberikan kepada seorang atau sekelompok murud yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar melalui suatu pendekatan dan teknik tertentu dengan maksud untuk membetulkan, memperbaiki atau menyembuhkan sebagian atu seluruh kekurangan proses belajar mengajar sihingga murid dapat mencapai hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuannya.
Adapun tujuan pengajaran remedial adalah agar murid yang mengalami kesulitan belajar dapat memper oleh prestasi belajar yang memadai melalui proses penyembuhan , atau perbaikan seperti pemahaman diri, cara-cara belajar, menggunakan alat belajar, perubahan sikap, mengatasi hambatan pribadi dan pelaksanaan tugas-gurus.
Selaku pengajar guru juga perlu memahami pengajaran remedial, karena guru mempunyai peranan dan tanggung jawab yang besar dalam proses perkembangan murid. Disamping sebagai pengajar, guru juga berperan sebagai pembingbing.
Dari sini kita bias menarik sebuah kesimpulan bahwa pembelajaran remedial ditunjukan untuk memperbaiki hasil belajar siswa yang kuarang baik, agar menjadi lebih baik. Selain itu juga pengajaran remedial sebenarnya sangat dibutuhkan baik bagi siswa itu sendiri maupun guru selaku pengajar
Makalah: Sistem Budaya Masyarakat Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kabudayaan dapat dikatakan bersifat adaptif, karena kebudayaan itu sendiri melengkapi manusia dengan cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis dan penyesuain diri dengan lingkungan, baik yang bersifat fisik geografis maupun lingkungan sosial tempat hidupnya. Kegiatan tersebut mengisyaratkan bahwa kebudayaan selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan tertentu pada lingkungan masyarakat tertentu berdasar kebutuhannya. Dengan kata lain hubungan antara manusia dengan lingkungan dijembatani oleh kebudayaan yang dimilikinya. Di samping itu, kebudayaan merupakan hasil sarana untuk menyesuaikan diri pada lingkungan sosial, misalnya perubahan-perubahan ekonomi dan kesempatan dalam bidang sosial yang secara tidak langsung ataupun langsung merangsang munculnya tata kelakuan baru yang pada akhirnya pola-pola tersebut menjadi milik bersama dan terwujud dalam proses adaptasi dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Sukahaji terletak di wilayah Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat. Seperti daerah lainnya masyarakat Sukahaji mayoritas merupakan penduduk asli di sana dan mempunyai budaya yang dimiliki oleh mereka. Adanya perubahan-perubahan yang yang terjadi dapat dipengaruhi oleh aspek kehidupan masyarakatnya sendiri. Selain itu, cukup menarik jika kita mengkaji bagaimana kenyataan hubunga antara masyarakat dengan budaya yang saling beriringan.
Berdasarkan dasarkan permasalah di atas, kami mencoba menjelaskan bagaimana kehidupan budaya masyarakat Sukahaji. Adapun Judul yang akan diambil “Sistem Budaya Masyarakat Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang masyarakat Sukahaji?
2. Bagaimana tujuh unsur kebudayaan yang terdapat di Sukahaji?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Menjelaskan bagaimana latar belakang masyarakat Sukahaji.
2. Menjelaskan tujuah unsur kebudayaan yang terdapat di Sukahaji.
1.4. Teknik Penulisan
Teknik yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu menggunakan studi literatur yakni mengkaji beberapa buku yang relevan dengan masalah yang sedang di kaji.
1.5. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Teknik Penulisan
1.5. Sistematika Penulisan
Bab II Kebudayaan Masyarakat Sukahaji
2.1. Latar Belakang
2.2. Tujuh Unsur Kebudayaan Masyarakat Sukahaji
Kesimpulan
BAB II
KEBUDAYAAN MASYARAKAT
KECAMATAN SUKAHAJI
2.1. Latar Belakang
Terkadang berawal dari sebuah legenda kemudian dalam perkembangannya dianggap sebagai sejarah, misal Desa Sukahaji, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Yaitu desa yang diperkirakan berasal dari suatu wilayah pemerintahan setingkat kademangan yang berdiri pada masa transisi dari Hindu ke Islam antara tahun 1072 - 1572 yang disebut Negara Tanjung Melayu, beribukota di Sukahaji Girang.
Sebelum masa transisi Hindu-Islam, negara ini pernah pula mengalami masa transisi (Hindu-Budha), dengan tampuk pemerintahan (raja/pangeran), yaitu (1) Pangeran Sutawijaya di Koncangan; (2) Pangeran Mangkubumi di Batu Tumpeng; (3) Dedegjaya di Tatajuran; dan (4) Pangeran Reregjaya di Tajuran; serta (5) Pangeran Heulang Barang di Calados. Menurut cerita orang di Desa Sukahaji, telah ditemukan beberapa bukti sejarah berupa Batu Bale (balai desa), dan Batu Tumpeng (tempat pemujaan). Keduanya sebagai bagaian dari peninggalan sejarah penduduk yang saat itu sedang mengalami transisi perkembangan Hindu-Budha.
Sumber lain menceritakan, bahwa di tempat tersebut pada masa embah (pangeran) Sukawetan sebagai raja Hindu-Budha terakhir Negara Tanjung Melayu, telah datang ajaran Islam yang dibawa oleh Syekh Haji Abdullah keturunan dari Mekah yang diutus oleh Syekh Sayrif Hidayatullah (1552-1570) untuk menyebarkan ajaran Islam. Tetapi cerita tersebut sebenarnya perlu pengkajian mendalam, sebab terdapat alur berbeda-beda. Di antaranya ada pula yang memeperkirakan Haji Abdullah sebagai utusan dari mataram yang berada dalam pemerintahan Sultan Agung untuk menyerang Batavia yang dikuasai oleh VOC (1620-1629). Sebagai bukti bahwa ia dari kalangan Mataram, yaitu dengan diketemukannya pohon bambu kuning di Palabua.
Kehadiran Syekh yang berupaya menyebarkan ajaran Islam, ternyata mendapat perlawanan dari pangeran Sindang Entang (Sukawetan). Bukti pernah terjadi pertempuran, yaitu dengan adanya Sedekan di pinggir Sungan Cikeuruh, Mojok di sudut Desa Cikeusik, makam Cagedang bekas Masuk Bumi, dan Munjul (Desa Munjul sekarang), sehingga Pangeran Sindang Entang tidak kuat dan menyerah, yang akhirnya menyukai Syekh Haji Abdullah, bahkan Syekh dijadikan sebagai menantu Pangeran. Dari perasaan suka itulah Tanjung Melayu dinamakan Sukahaji. Tetapi, Pangeran merasa keberatan apabila ia diislamkan oleh Syekh , kecuali oleh Raja Cirebon, ia tidak ke Sukahaji tetapi ke Sukaraja sekarang, dan karena itulah tempat tersebut dikenal dengan nama Desa Sukaraja.
Ada beberapa makam yang dianggap sebagai leluhur Desa Sukahaji, yaitu Makam Embah Sukawetan di Cageudang dekat Gunung Embe di pinggir Sungai Cikeuruh, Makam Embah Haji Abdullah di tengah sawah jalan Tarikolot, Makam Embah Raksawadana di Krapyak Tarikolot, dan Makam Embah Pasirlangu, serta makam Embah Lebe Dalem di Lebe Dalem bawah Pasirlangu.
Setelah Haji Abdullah wafat, berturut-turut yang memerintah di Sukahaji bergelar kuwu atau kepala desa. Tetapi untuk menentukan kapan hari jadi Sukahaji belum dapat jawaban, apalagi baru bersumber dari suatu cerita rakyat (legenda). Ada beberapa pesan dari leluhur Sukahaji; (1) jangan merusak hutan rimba apabila ingin makmur; (2) jadilah orang yang takut kepada Allah SWT; dan (3) kudu cageur, bageur bener, pinter, sing angger madep ka gusti nu Maha Suci; serta Negara Tanjung Melayu sing panjang punjung Sukahaji sugih mukti.
2.2. Tujuh Unsur Kebudayaan Masyarakat Sukahaji
2.2.1. Sistem Organisasi
Ibukota Kecamatan Sukahaji adalah Desa Sukahaji yang terletak pada jarak 6 Km dari ibukota kabupaten. Luas daerah Kecamatan Sukahaji 56,49 Km2 atau sekitar 4,69% dari luas Kabupaten Majalengka.. Secara geografis, Kecamatan Sukahaji terletak pada ketinggian 125 m di atas permukaan laut, 108°12’ - 108°15’ Bujur Timur dan 6°48’ - 6°56’ Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Palasah dan Kecamatan Jatiwangi
• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Maja dan Kecamatan Argapura.
• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Cigasong.
• Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Rajagaluh.
Kecamatan Sukahaji dipimpin oleh seorang camat yang merupakan utusan dari Kabupaten. Atomi. S.Sos, yang sekarang menjadi camat disana merupakan camat yang ditugaskan oleh Kabupaten yang dikelapali oleh Seorang Bupati. Kecamatan Sukahaji terdiri dari 20 Kelurahan/Desa diantaranya :
1. Babakan Manjeti
2. Bayureja
3. Candrajaya
4. Cikalong
5. Cikeusik
6. Cikoneng
7. Ciomas
8. Garawastu
9. Gunung Kuning
10. Indrakila
11. Jayi
12. Nanggewer
13. Padahanten
14. Palabuan
15. Pasirayu
16. Salagedang
17. Sangkanhurip
18. Sindang
19. Sukahaji
20. Tanjungsari
Kelurahan/Desa dikepalai oleh Kepala Desa yang dipilih langsung oleh masyarakat setempat berdasarkan pemilihan yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Kepala Desa mengepalai Rurah yang merupakan kepala blok atau RW (Rukun Warga) dan mengepalai para Ketu RT.
Struktur Organisasi Kecamatan Sukahaji
Selain itu, ada beberapa organisasi masyarakat yang kegiatannya berada di tingkkat Kelurahan/Desa atau Blok yang masih terdapat pengawasan dari Kepala Kelurahan/Desa atau Blok yaitu, Karang Taruna, DKM, PKK dan lain lain. Karang Taruna mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan struktur pemerintahan di Keluarah/Desa.
Adapun peranan Karang Taruna di Keluarah/Desa diantaranya:
1. Wadah aspirasi bagi masyarakat.
2. Penggerak kegiatan Keluarah/Desa yang berhubungan langsung dengan masyarakat.
3. Tempat pembelajaran bagi masyarakat.
2.2.2. Sistem Teknologi
Salah satu bagian dari kebudayan manusia yang fungsinya sebagai alat bantu manusia dalam rangka mempertahankan hidupnya adalah teknologi. Kaitannya dengan hasil cipta manusia dan sebagai alat bantu dalam mempertahankan kehidupan, maka teknologi sangat erat hubungannya dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Teknologi bersifat dinamis, artinya terus berkembang dan berubah dengan arah perubahan sesuai tingkat kebutuhan dan keselarasan penggunanya. Artinya, sangat mungkin salah satu teknologi lama tidak dibutuhkan lagi dan diganti dengan teknologi yang baru, atau teknologi yang lama perlu penyempurnaan dalam beberapa hal, namun bisa juga terjadi, teknologi lama masih terus dipakai mengingat relevansinya masih tinggi.
Sistem teknologi yang tampak pada masyarakat Sukahaji dapat dikatakan dalam keadaan campuran, yakni penggunaan teknologi lama yang dipadu dengan teknologi modern, bahkan dalam pada beberapa bidang pekerjaan terjadi proses transisi dari sistem teknologi tradisional ke sistem teknologi modern. Dalam penggunaannya, kedua sistem teknologi ini memilki nilai kepentingan yang hampir berimbang, baik pada teknologi untuk mata pencaharisn, peralatan rumah tangga, sarana transportasi maupun komunikasi.
Pada bidang pertanian, penggunaan tenaga manusia dengan alat-alat tradisionalnya dipadu dengan teknologi modern. Teknologi modern yang digunakan oleh masyarakat Sukahaji antara lain traktor, pupuk buatan, dan obat insektisida untuk memberantas hama tanaman, serta mesin heuller yang digunakan dalam proses pengolahan padi menjadi beras mengantikan alat penumbuk padi tradisional (lesung dan alu). Masyarakat Sukahaji lebih menyukai menggunakan mesin heuller, karena dinilai lebih cepat dan ekonomis.
Sistem teknologi dalam bidang pertanian yang berupa perlatan tradisional, meliputi pacul (cangkul), wuluku (bajak), arit (sabit), parang, garit, dan landak. Sedangkan peralatan dan bahan berteknologi modern antara lain adalah traktor, mesi heuler, dan pupuk buatan. Nama, bentuk, serta fungsi peralatan-peralatan tradisional dalam bidang pertanian relatif sama dengan daerah-daerah lainnya, terutama tatar Sunda, Jawa Barat.
Di Sukahaji, mengingat rata-rata bluas lahan sawah milik para petani realtif luas, maka pengplahannya banyak menggunakan teknologi traktor. Guna mempercepat proses pengolahan sawah, biasanya dilakukan oleh beberapa orang secara bergotongroyong atau diupakan kepada buruh tani yang lain.
2.2.3. Sistem Pendidikan
Dalam arti lus, pendidikan adalah hidup. Artinya, pendidikan adalah segala pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan idividu. Dalam arti sempit, pendidikan dalam prakteknya identik dengan penyekolahan (schooling), yaitu pengajaran formal di bawah kondisi-kondisi yang terkontrol.
Sistem pendidikan di Kecamatan Sukahaji terbilang sudah cukup maju. Itu terlihat dari jumlah instansi pendidikan yang terdapat di Kecamatan Sukahaji tersebut.
• Taman Kanak-Kanak (TK) : 20
• Sekolah Dasar (SD) : 56
• Sekolah Menengah Pertama (SMP) : 3
• Madrsah Tsanawiah (MTS) : 2
• Sekolah Menengah Atas (SMA) : 2
Dengan demikian, Kecamatan Sukahaji mempunyai sistem pendidikan yang baik dan masyarakatnya sadar akan pentingnya suatu pendidikan bagi kesejahteraan hidup. Jika suatu masyarakat sudah sadar akan pentingnya suatu pendidikan maka hidupnya akan terjamin.
Adapun yang merupakan fungsi pendidikan, terutama pendidikan sekolah, seperti berikut:
1) Sosialisasi Nilai dan Norma
Di sekolah dalam mensosialisasikan nilai-budaya masyarakat kepada anak didik, maka diajar, dibimbing, dan diarahkan untuk mengikuti pola perilaku orang dewasa seperti cara-cara upacara keagamaan, drama, nyanyian, tarian, atau berperilaku sopan terhadap orang yang lebih tua.
2) Pelestarian Budaya Masyarakat
Melestarikan kebudayaan daerah akan lebih efektif apabila dilakukan oleh pendidikan sekolah, di samping mendapat dukungan dari pendidikan luar sekolah yang berupa kursus-kursus kebudayaan daerah melaui mata pelajaran yang diajarkan, berupa mata pelajaran tersendiri, muatan lokal yang diintegrasikan pada mata pelajaran yang relevan atau sebagai lokal kurikuler dari sekolah bersangkuta.
3) Reduksi Budaya
Pendidikan sekolah merupakan sarana untuk mengmebnagkan kebudayaan umat manusia, berupa ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa.
2.2.4. Sistem Perekonomian
Sebagian besar mata pencaharian utama penduduk Sukahaji, Kabupaten Majalengka adalah sebagai petani. Pertanian sawah di Kecamatan Sukahaji terdapat hampir di setiap desa, khususnya yang berlokasi di daerah pedalaman berbatasan dengan hutan jati. Pada umumnya sistem mata pencaharian tani di Kecamatan Sukahajisama halnya dengan wilayah-wilayah lain di Jawa Barat. Penggarapan sawah menggunakan sistem maro, mertelu,dan merpat.
Dalam sistem maro, pemilik dan penggarap masing-masing mendapat setengah bagian dari hasil panen. Biaya pengolahan lahan seperti membalik tanah, menyediakan benih, dan memberi pupuk ditanggung oleh penggarap, sedangkan pajak (PBB) ditanggung oleh pemilik. Menjelang panen pemilik penggarap memberi tahu pemilik kapan akan dilakukan panen. Apabila pemilik tidak bisa menyaksikan proeses panen hingga menjual bhasil panen, maka diwakili kepada penggarap, pemilik tinggal menerima uanggnya. Penggarap sawah yang menggunakan sistem mertelu, pemilik mendapat bagian dua per tiga dan penggarap mendapat setengah bagian dari hasil panen.
Selain di bidang pertanian, Kecamatan Sukahaji mempunyai potensi agribisnis yaitu, kehutanan, perikanan, perkebunan, dan peternakan. Kecamatan Sukahaji mempunyai komoditi yang dapat dihasilkan dari berbagai bidang, diantaranya:
Albasia
Alpukat
Alpuket
Ambupu
Aren
Ayam Buras
Ayam Pedaging Campuran
Ayam Petelur
Babi
Bambu
Bawang Daun
Bawang Merah
Bawang Putih
Belimbing
Buncis
Cabe Besar
Cassiavera
Cengkeh
Domba
Duku / Langsat / Kokosan
Durian
Durian(kehutanan)
Gembas/emes
Gurame
Ikan (segala Jenis)
Itik
Jagung
Jahe
Jambu Air
Jambu Biji
Jambu Mete
Jati
Jeruk
Jeruk Besar
Jeruk Siam / Keprok
Kacang Hijau
Kacang Merah
Kacang Panjang
Kacang Tanah
Kambing
Kangkung
Kapok
Kapolaga
Kedelai
Kelapa Dalam
Kelapa Hibrida
Kelinci
Kemiri
Kenanga
Kentang
Kerbau
Ketimun
Kina
Kopi
Kubis
Kuda
Labu Siam
Lada
Lengkuas
Mahoni
Mangga
Mangga
Manggis
Manglid
Markisa / Konyal
Mas
Melinjo
Mujaer
Nangka
Nenas
Nila
Nilem
Padi Ladang
Padi Sawah
Paria/pare
Pepaya
Petai
Petsai / Sawi
Petsai / Sawi(pertanian)
Pisang
Rambutan
Rambutan(kehutanan)
Salak
Sapi Perah
Sapi Potong
Sawo
Sepat
Sirsak
Sukun
Suren
Tambak
Tawes
Tebu
Teh Adb
2.2.5. Bahasa
Bahasa merupakan simbol ataupun alat untuk melakukan komunikasi. Bahasa yang digunakan di Sukahaji ialah bahasa ibu (Sunda) yang relatif sama dengan daerah-daerah lainnya, terutama dengan tatar Sunda, Jawa Barat. Dalam bahasa Sunda terdapat tingkatan bahasa yang digunakan yang disebut dengan undak-unduk basa, dimana diatur bagaimana berbicara dengan orang lain sesuai dengan tingkatan usia, pranata, dan kekerabatnnya.
2.2.6. Kesenian
Seni merupakan kecakapan membuat menciptakan sesuatu yang indah, suatu karya uyang diciptakan dengan kemampuan yang luar biasa. Seperti halnya daerah tataran Sunda lainnya, di Kecamatan Sukahaji kesenian yang berkembang di sana ialah Kesenian Jaipongan yang sudah mendarah-daging dengan masyarakat Sunda. Di Kecamatan Sukahaji, terdapat Paguyuban Seni Jaipongan yang pengelolaannya sangat baik sehingga sampai sekarang masing berjalan.
Perlatan yang digunakan dalam kesenian Jaiopongan di Kecamatan Sukahaji, sama halnya dengan kesenian Jaipongan di daerah tataran Sunda lain seperti Kendang, Suling bambu, Rebab, Goong, Kecapi dan lainnya. Agar kesesnian Jaipongan ini tetap ada dan lestari, harus ada peran aktif dari masyarakat serta aparat di sana.
2.2.7. Sistem Religi
Sistem religi erat kaitannya dengan konsep-konsep sebagai berikut:
- Emosi keagamaan yang meerupakan sentimen masyarakat.
- Sistem kepercayaan ; Tuhan, Roh Suci, Dewa, makhluk halus, kitab suci.
- Upacara keagamaan
- Kelompok agama
Teori-teori tentang keberadaan religi pada kehidupan manusia
1. Dasar timbul religi adanya konsep hidup dan mati.
2. Peristiwa mimpi pada saat tidur.
Menurut Taylor, terdapat dua alam dalam religi
1. Soul, melekat pada saat hidup (jiwa).
2. Spirit, bagian lain dari manusia (roh)
Menutur Maret, religi berasal dari peristiwa yang luar biasa sehingga menjadi religi. Menurut E.Durkheim, religi itu berasal dari firman Tuhan.
Van Genep. Crisis Rites
Sebagian besar masyarakat Sukahaji merupakan pemeluk agama Islam yang kental. Sehingga di Kecamatan Sukahaji terdapat organisasi Islam yang berkembang di sana seperti Muhammadiyah dan PERSIS. Walaupun demikian, di bagian desa yang pedalaman masih adanya kepercayaan animisme yang percaya terhadap sosok Buyut Cikeusik yang selalu dipuja-puja. Masyarakat di Kecamatan Sukahaji, khususnya masyarakat Cikeusik menganggap Buyut Cikeusik bisa memenuhi segala permintaan dan permohonannya.
KESIMPULAN
Kehadiran Syekh yang berupaya menyebarkan ajaran Islam, ternyata mendapat perlawanan dari pangeran Sindang Entang (Sukawetan). Bukti pernah terjadi pertempuran, yaitu dengan adanya Sedekan di pinggir Sungan Cikeuruh, Mojok di sudut Desa Cikeusik, makam Cagedang bekas Masuk Bumi, dan Munjul (Desa Munjul sekarang), sehingga Pangeran Sindang Entang tidak kuat dan menyerah, yang akhirnya menyukai Syekh Haji Abdullah, bahkan Syekh dijadikan sebagai menantu Pangeran. Dari perasaan suka itulah Tanjung Melayu dinamakan Sukahaji. Tetapi, Pangeran merasa keberatan apabila ia diislamkan oleh Syekh , kecuali oleh Raja Cirebon, ia tidak ke Sukahaji tetapi ke Sukaraja sekarang, dan karena itulah tempat tersebut dikenal dengan nama Desa Sukaraja.
Kecamatan Sukahaji dipimpin oleh seorang camat yang merupakan utusan dari Kabupaten. Sistem teknologi yang tampak pada masyarakat Sukahaji dapat dikatakan dalam keadaan campuran, yakni penggunaan teknologi lama yang dipadu dengan teknologi modern, bahkan dalam pada beberapa bidang pekerjaan terjadi proses transisi dari sistem teknologi tradisional ke sistem teknologi modern.
Sistem pendidikan di Kecamatan Sukahaji terbilang sudah cukup maju. Itu terlihat dari jumlah instansi pendidikan yang terdapat di Kecamatan Sukahaji tersebut. Sebagian besar mata pencaharian utama penduduk Sukahaji, Kabupaten Majalengka adalah sebagai petani. Bahasa merupakan simbol ataupun alat untuk melakukan komunikasi. Bahasa yang digunakan di Sukahaji ialah bahasa ibu (Sunda) yang relatif sama dengan daerah-daerah lainnya, terutama dengan tatar Sunda, Jawa Barat. Seperti halnya daerah tataran Sunda lainnya, di Kecamatan Sukahaji kesenian yang berkembang di sana ialah Kesenian Jaipongan yang sudah mendarah-daging dengan masyarakat Sunda.
Sebagian besar masyarakat Sukahaji merupakan pemeluk agama Islam yang kental. Sehingga di Kecamatan Sukahaji terdapat organisasi Islam yang berkembang di sana seperti Muhammadiyah dan PERSIS.
DAFTAR PUSTAKA
• Sumber Buku
Nasiku. (1995). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Koentjaraningrat. (2003). Pengantar Antropologi-Jilid I. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Panuju, Redi. (1994). Ilmu Budaya Dasar dan Kebudayaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pasya, R. Gunawan Kamil. (2000). Integrasi Masyarakat Indonesia. Bandung: Buana Nusa.
Syaripudin, Tatang. (2006). Landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinatro MKDP Landasan Pendidikan, FIP, UPI.
• Sumber Internet
http://222.124.159.131/cms-mjlk-0.5.0 rc3/index.php?mod=pag&act=listPagMap&do=0&ID=360010010090&cms_majalengka_0_6_0=9613d1697535a69dc457faadee42e9ed
http://222.124.159.131/cms-mjlk-0.5.0-rc3/index.php?mod=public&act=content&do=0&ct=2&cnt=186&cms_majalengka_0_6_0=bf876afdc7645855957762072273fd08
http://id.wikipedia.org/wiki/Sukahaji,_Majalengka
LAMPIRAN
Peta Wilayah
Perang Banjarmasin
Episode I Perang Banjarmasin:
Kapal perang Belanda yang diberi nama Onrust menurut nama sebuah pulau di Teluk Jakarta ini, termasuk kapal perang kelas IV dan tidak begitu besar. Dikayuh dengan roda di samping, tengah, kiri dan kanan yang digerakkan oleh kekuatan uap batu bara. Ukurannya, melayakkan kapal ini untuk dipergunakan di sungai pasang surut dan banyak kelokannya.[@more@]
Benteng rakyat di Banua Lima yang melawan pasukan Belanda dengan gigih, satu per satu ditaklukkan dengan korban jiwa yang banyak di kedua belah pihak. Disebutkan, Demang Lehman, Aminullah dan lain-lain sebagai pahlawan yang mempertahankan benteng Gunung Lawak, Tanah Laut, Amuntai, Moening, Munggu Tayor. Pasukan Demang Leman yang sekitar dua ribu orang bersenjata, bersumpah untuk bersuci dengan darah musuh (Belanda).
Antasari telah meninggalkan Amuntai dan bermukim di tempat kerabatnya Soerapati, yang awalnya tetap setia kepada pemerintah Belanda. Akhirnya Soerapati bersama Antasari mengancam Bandjermasin. Letnan Bangert dibantu Haji Mohammad Taib sebagai perunding, dengan menumpang kapal Onrust dikirim ke Teweh untuk menyelidiki dan mengetahui keadaan serta mendesak Soerapati menyerahkan Antasari.
Soerapati diterima dengan sikap bersahabat dikapal uap (Onrust) itu. Tetapi bersama pengikutnya, Soerapati melakukan serangan khianat yang tidak bisa dilawan oleh perwira dan awak kapal; semua perwira dan awak kapal terbunuh. Haji Mohammad Taib berhasil meloloskan diri dari pembantaian ini dan dapat memberikan laporan terperinci tentang naas yang terjadi itu.
Taib pun bercerita tentang serangan itu dan dibenarkan oleh anak buah Soerapati yang berhasil ditawan Belanda. Diceritakannya, ketika mereka tiba Lontontoeor di tepi Sungai Teweh, Letnan Bangert mengutus Taib membawa beberapa helai surat kepada Soerapati dan Ariapati.
Hari berikutnya Soerapati datang melapor dengan 15 pengiring, anggota keluarga dan beberapa menteri menggunakan sebuah perahu besar dan beberapa jukung kecil.
Taib memperingatkan Letnan Bangert untuk mewaspadai sejumlah perahu tidak beratap yang menandakan ada maksud bermusuhan, karena dalam keadaan biasa perahu lazimnya memakai atap. Meski demikian, Soerapati diizinkan untuk naik ke kapal. Sementara perahu lainnya harus berlabuh dalam suatu jarak tertentu dari kapal Onrust.
Soerapati bersama sekitar lima putra dan menantu, masuk ke kamar kapten. Selama sekitar setengah jam mereka bersama Bangert dan van de Velde di kamar itu. Sementara Taib tetap di geladak kapal bersama sepuluh pengiring Soerapati. Perwira lainnya juga berada di geladak, sambil minum dan bercakap-cakap dengan ‘tamu-tamu’ itu. Beberapa perwira tidak bersenjata, selenihnya menyandang ponyaard (semacam pedang pendek).
Menjelang siang hari, semua kelasi bubar dan ada yang turun ke ruang bawah. Tertinggal hanya dua serdadu yang bertugas jaga dan bersenjatakan bedil.
Selesai perundingan, Taib melihat Bangert dan van de Velde naik ke atas diiringi Soerapati bersama lima putra dan menantunya. Waktu itu Bangert tidak bersenjata, sementara van de Velde menyandang ponyaard. Soerapati dipersilakan untuk melihat-lihat. Van de Velde menemani Soerapati melihat sebuah meriam kapal, Bangert membawa Ibon (salah seorang anak Surapati) ke meriam lainnya. Tiba-tiba Ibon menghunus kelewangnya, berteriak nyaring dan menebas Bangert hingga jatuh tersungkur.
Pada waktu yang sama, Soerapati menebaskan kelewangnya ke arah van de Velde yang masih dapat menghunus ponyaardnya dan menabrak Soerapati. Soerapati terluka di dahi, tetapi van de Velde terbunuh. Semua perwira kapal meloncat masuk ruang perwira melalui lubang angin dan kelasi berlarian ke dalam palka.
Mendengar teriakan Ibon, anak buah Soerapati yang menunggu sejumlah perahu segera merapat dan berlompatan ke atas kapal. Dalam sekejap, di geladak kalap itu terdapat sekitar 60 orang.
Taib yang tidak ingin telibat dalam perkelahian itu, melarikan diri dengan menuruni rantai sauh, masuk perahu dan berkayuh menuju darat.
Dalam jumlah besar perahu yang turut mengiringi Soerapati keluar dari tempat persembunyian di Lontontoeor dan secepat anak panah meluncur ke kapal Onrust. Dalam sekejap kapal penuh dengan orang dan mereka mengobrak-abrik kapal habis-habisan. Tidak terdengar tembakan sama sekali. Taib juga tidak tahu, di mana kedua serdadu jaga itu.
Saat terjadi pengobrak-abrikan kapal itu, Taib bersembunyi di sebuah lanting dan melihat lima orang Eropa berpakaian putih –mungkin stoker (petugas yang memuat batu arang ke api pemanas ketel uap)– menembakkan pistol mereka dan mencebur diri ke air. Mereka langsung disusul oleh orang-orang berperahu dan dibunuh di sungai.
Kemudian kapal Onrust mulai tenggelam. Namun Taib tidak tahu penyebabnya. Orang-orang itu masih tetap menghancurkan dan merampas semua barang di kapal, hingga geladak tenggelam. Setelah itu, perahu-perahu itu berkayuh ke hulu.
Selama peristiwa itu terjadi, keluar sedikit asap dari cerobong. Taib menduga, asap itu berasal dari dapur kapal. Setelah semuanya berakhir, Taib berkayuh ke hilir untuk melaporkan bencana tersebut.
Ketika memasuki kapal, orang-orang Banjar itu mengulum air di mulut mereka dan dengan air itu mereka membasahi lubang sulut meriam sehingga senjata itu tidak dapat disuluttembakan. Semua ini menunjukkan, penyerangan khianat ini dirancang sebelumnya dan berhasil. Kalau semula pihak Belanda merasa curiga walau sedikit, tentu akan disiapkan cara pencegahannya.
Semua awak kapal yang berjumlah 59 orang tewas termasuk Letnan Bangert dan Komandan Onrust Letnan Satu Laut JCH van de Velde. Peristiwa itu merupakan bencana besar, yang hingga di ibunegeri (Belanda) menimbulkan rasa terpukul, juga memperlihatkan betapa sikap bermusuhannya rakyat. Penghukuman yang setimpal, sementara harus dikesampingkan. Betapa pun diinginkannya, Verspyck belum dapat mengadakan tindak lanjut untuk menertibkan Lontontoeor. Tetapi pada awal tahun berikutnya, tindakan tersebut dimulai dan suatu ekspedisi angkatan laut dibentuk.
"Pengkhianatan Soerapati menghendaki pembalasan berdarah," kata Verspyck kepada pasukannya yang akan berangkat. "Darah taman-teman anda yang terbunuh hanya dapat tercuci bersih dengan darah dari pembunuh-pembunuh itu, sesuai dengan kejahatan yang telah dilakukan pengkhianat maka hukumannya harus sangat berat dan berkesan," tambahnya.
Dengan motivasi yang penuh emosi dan balas dendan berdarah inilah, Belanda memulai beberapa ekspedisinya. Ekspedisi di sini dimaksudkan: suatu pengiriman pasukan untuk menyerang dan menaklukkan musuh di suatu daerah yang letaknya jauh terpencil.
M Suriansyah Ideham
Wakil Ketua Lembaga Budaya Banjar Kalsel, tinggal di Banjarmasin
http://209.85.175.104/search?q=cache:ocBHQCjnutsJ:www.aman.web.id/2005/06/20/titletitleepisode_i_perang_banjarmasin_tenggelamnya_kapal_onrust/319/+perang+banjarmasin&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id
Episode II Perang Banjarmasin:
Ekspedisi Montalat
Oleh : M Suriansyah Ideham
Pada 27 Desember 1859, kapal perang ONRUST ditenggelamkan oleh pasukan
Soerapati. Semua awak kapal yang berjumlah 50 orang tewas, termasuk Letnan
Satu Infanteri/Gezaghebber Marabahan Bengert dan Komandan Onrust Letnan Satu
Laut JCH van de Velde.
Pembahasan tidak dapat segera dilakukan oleh Belanda. Angkatan Laut Hindia
Belanda sibuk dalam Perang Bone (Celebes) ke-2 yang berlangsung pada
1858-1860. Dendam Belanda dilampiaskan setelah 17 bulan, dimulai dengan
Ekspedisi Montalat yang pertama.
Berikut terjemahan ringkas catatan yang dibuat anggota ekspedisi JMCE Le
Rutte, seorang perwira kesehatan yang bertugas menangani korban tewas, luka
dan sakit yang kemudian dibukukan dan diterbitkan.
Catatan sangat terperinci melaporkan setiap kejadian dan pengalaman setiap
hari selama ekspedisi untuk melumpuhkan benteng pertahanan
Antasari-Soerapati sekitar perairan Sungai Montalat, yang berdiri dengan
kukuhnya di Gunung Tongka menghadap Sungai Teweh di hulu Sungai Barito.
Lokasi yang jauhnya sekitar 300 tiga ratus kilometer dari Banjarmasin. Di
puncak benteng, dengan megah berkibar bendera Kuning.
Dalam bagian Pengantar buku yang berjudul Expeditie tegen de Versterking van
Pengeran Antasari, gelegen aan de Montalat River, ia bercerita. "Selama
bermukim di mandala-perang di wilayah selatan dan timur Borneo, saya
mendapat kehormatan untuk setia dalam beberapa penjelajahan. Di antaranya ke
Tanah Laut (10-24 Desember 1859) di bawah pimpinan Mayor GM Verspyck,
Kampung Balaih (3-10 Maret 1860) di bawah Kapten WB Graas, Kampung Ambawang
(3-10 Maret 1860) dan kubu pertahanan Batumandi, Pirenging (Paringin) dan
Kasambe (Kusambi) apda 7-17 Oktober 1860. Dalam pertempuran ini, saya
berkesempatan mengamati perilaku si prajurit dalam berbagai situasi. Tetapi,
tidak ada yang melebihi Ekspedisi Montalat, yang lebih berbahaya, lebih
mencekam dan lebih berpenderitaan, yang habis-habisan menguras ketahanan dan
pengorbanan di prajurit. Yang saya tulis ini apa adanya, apa yang telah saya
lihat dan saya alami. Tidak melebih-lebihkan, tidak membesar-besarkan,
apalagi menonjolkan diri saya sendiri."
Beberapa Catatan Penting
Kekuatan Benteng Gunung Tongka. Pada 28 Maret 1861, seorang anak buah
Soerapati tertangkap dalam tugasnya untuk membunuh seorang kepala kampung di
daerah Tamiang Layang. Dari tawanan ini diketahui, telah sejak dua bulan
Antasari membangun sebuah benteng pertahanan yang kuat; jumlah pasukan
tetap, persenjataan termasuk yang dijarah dari kapal Onrust, logistik yang
selalu cukup.
Di benteng ini tinggal pula sejumlah pemimpin penting. Di antaranya:
Pangeran Antasari, keturunan dari Pangeran Muhammad dan yang berhak atas
tahta Kerajaan Banjarmasin setelah Pengeran Hidayat diasingkan. Pangeran
Antasari disertai tiga putra dan delapan putrinya; Pembakal Melingkan,
pimpinan dari daerah Kurau; Gusti Umar; Gusti Laun; Tumenggung Mangkusari;
Tumenggung Genteng; Haji Matarip yang membunuh Nacestleur --komandan
Marabahan-- pada 13 Januari 1849. Bertahun-tahun lalu, ketika diminta untuk
menyerahkan Haji Matarip, Tumenggung Soerapati melaporkan bahwa ulama ini
telah meninggal; Tumenggung Toendan; Tumenggung Taib yang bermuka dua dalam
peristiwa Onrust; Beberapa pemimpin rendahan, di antaranya Wangkang --orang
pertama yang memulai pembantaian di kapal Onrust. Ayah Wangkang, pembakal
Kendet yang dikenakan hukuman gantung oleh pengusaha Belanda pada Maret 1825
di Banjarmasin. Wangkang bersumpah di bawah kitab suci Alquran untuk
membalas dendam kematian ayahnya itu.
Di Benteng Gunung Tongka ini pula tempat berhimpun dan bersembunyi pemuka
perlawanan. Benteng Gunung Tongka ini memang kuat dan strategis lokasinya.
Rencana Penyerangan Mayor Verspyck
Informasi pembangunan Benteng Gunung Tongka menjadi dasar rencana ekspedisi
Montalat. Dalam strategi Mayor Verspyck, pengempungan dilakukan dari tiga
arah:
1. Dari utara, pasukan Kutai yang berkekuatan 2.000 orang dipimpin Sultan
Kutai, bersama Asisten Residen Dharmen dan Letnan A de Brauw
2. Dari selatan -Banjarmasin, Marabahan- kapal-kapal perang Celebes, Boni,
Mengkatip dan kapal uap Kapitein van OS memudiki Sungai Barito didukung oleh
pasukan orang Bakumpai berkekuatan 350 orang.
3. Kedua pasukan tersebut bergerak atas berita dari pasukan yang mengambil
jalan pintas melalui darat dari Tamiang Layang ke barat menuju Buntok.
Di bawah pimpinan Mayor Infanteri CA Schuak yang tiba di Benteng Tamiang
Layang pada 8 Mei 1861, ekspedisi ini diperkuat 568 orang. Dengan perincian;
142 anggota pasukan militer, pasukan pendukung yang terdiri atas 224 orang
Dayak Sihung dan 176 orang dari Dayak Patai, 26 tahanan/perantaian dan
pekerja paksa.
Pasukan pendukung yang diberi upah f 25 (setali atau 25 sen) per hari,
berstatus noncombatant, bukan pasukan tempur. Mereka tidak diberikan bedil,
tetapi masing-masing membawa sendiri senjata tradisional. Tugas pasukan
pendukung ini adalah pemandu, pemikul barang, melayani ambulans, perintas
jalan di hutan lebat dan belukar.
Sementara militer pasukan combatant terdiri atas perwira Belanda dengan
orang-orang Jawa sebagai soldadu. Juga ada pasukan belakang dari orang-orang
Bugis dengan tugas untuk -setelah direbut- membumihanguskan semua kubu dan
rumah di sekitarnya. Juga membabat pohon buah-buahan, merusak pehumaan
dengan terlebih dahulu mengumpulkan bahan logistik yang tertinggal seperti
bahan makanan, ternak dan lainnya untuk menambah sisa persediaan.
Perjalanan kembali pasukan Verspyek ini direncanakan melalui sungai di
tempat perjanjian dengan Kapal Perang Boni.
Gagal
Ekspedisi pertama ini gagal, dalam arti tidak mencapai tujuan/objective
yakni menaklukkan Benteng Gunung Tongka dan menangkap Pangeran Antasari
serta pemimpin perlawanan lainnya.
Faktor yang menggagalkan itu ialah: penghadangan dan penyergapan oleh
pasukan Antasari sepanjang perjalanan siang dan malam; pembelotan di antara
pasukan pendukung yang bergabung dengan Antasari; tertawannya sejumlah kuli
pasukan pendukung. Tawanan ini dipekerjajan di ladang atau dijual dengan
harga f 60 (60 gulden) tiap orang, sebagian besar berhasil lolos dan kembali
ke pasukan Mayor Schuak; luas dan berbahayanya medan yang ditempuh seperti
hutan, belukar, sungai, lumpur, jebakan; kapal perang tidak berani mudik
terlalu jauh, sebab belum mengetahui kedalaman alur sungai yang dapat
dilayari, pasang surut yang belum dipelajari, di beberapa bagian tertentu di
sungai ditebarkan gelombang dan cabang berdaun sebagai barikade yang
membahayakan; anggota pasukan yang tewas, terluka, sakit dan kelelahan
menjadi beban; logistik yakni kehabisan bahan makanan karena tenggelam
dibawa pembelot, membusuk; untuk menghindarkan lebih banyak korban.
Kerugian militer Mayor Schuak adalah tujuh orang tewas, 20 luka-luka, tujuh
meninggal karena kelelahan dan satu orang meninggal. Sedangkan dari sebanyak
19 orang, yakni 11 orang Dayak Sihung tewas dan delapan dari Dayak Patai
luka-luka. Namun tidak diketahui angka kerugian Pangeran Antasari.
Faktor kegagalan ekspedisi pertama ini tentu diperhitungkan dalam ekspedisi
berikutnya. Belanda bertekad untuk menaklukkan Benteng Gunung Tongka dan
mendapatkan Pangeran Antasari, hidup atau mati.
Pasukan Antasari meninggalkan Benteng Gunung Tongka. Sementara Pasukan
Sultan Kutai dan Pasukan Bakumpai tidak diperlukan dalam ekspedisi ke-3 ini.
Menerima berita bahwa benteng pertahanannya akan diserang lagi, pada 5
November 1861 Pangeran Antasari menghimpun 24 pemimpin perlawanan dan 760
pengikut. Tidak seorang pun meninggalkan banteng apabila diserang dan yang
mengabaikan larangan ini dihukum mati.
Serangan Belanda dilakukan pada 8 November 1861. Tumenggung Macan-Alas,
pendamping Pangeran Antasari yang berani, ketika membidikkan bedilnya kepada
Komandan Van Vloten, ia juga tertembak di kepala hingga terlempar ke dalam
benteng.
Seorang Bakumpai yang duduk di belakang Antasari, tewas terkena peluru
menyasar (ricochet). Namun sebelum mengenainya, peluru menyerempet di leher
Antasari yang menyebabkan luka dan berdarah. Luka tembak yang dialami Van
Vloten, akhirnya membawa ajal bagi komandan ekspedisi itu.
Menjelang malam beberapa orang dayak anak buah Soerapati melihat pasukan
Belanda tidak mundur dan tetap bertahan mengepung. Orang-orang Dayak itu
khawatir akan digempur kembali esok harinya. Ketika malam waktu memasak,
mereka berusaha lari dengan memanjat pagar keliling. Yang lain mengira,
pemanjat pagar itu penduduk dari ekspedisi yang menyerbu. Kepanikan pun
terjadi. Semuanya lari menuju Kampung Tumbu. Ke kampung ini, beberapa hari
sebelum penyerangan pasukan Van Vloten, Antasari mengungsikan perempuan.
Esok harinya 9 November 1861, benteng yang kosong itu dimusnahkan setelah
senjata dan logistik yang tertinggal diamankan.
Tetapi Antasari tidak pernah tertanggap. Setelah meninggal karena sakit,
perlawanan masih dilanjutkan oleh keturunannya Pengeran Muhammad Seman dan
Wanita-Pahlawan Ratu Jaleha. Pangeran Antasari diberi anugerah gelar
Pahlawan Nasional Indonesia dengan Surat Keputusan Presiden RI tanggal 27
Maret 1968 No 06/tki/Tahun 1968
Semua yang ditulis dalam buku Sejarah Nasional, yang direkam dalam
Ensiklopedia Indonesia tentang pertempuran dan perlawanan Perang Banjar yang
pertama di Indonesia selama 47 tahun. Dibanding dengan perlawanan serupa
yang terjadi di daerah lain seperti Perang Saparua, Perang Palembang, Perang
Paderi, Perang Jawa, Perang Ambon dan lainnya, Perang Banjar hanya ditulis
beberapa baris. Di antaranya pada 1636 yakni kedatangan pertama Belanda di
Banjarmasin; 1859-1863 terjadi Perang Banjarmasin; 1900-1905 Perlawanan
Kalimantan Selatan berakhir.
Wakil Ketua Lembaga Budaya Banjar Kalsel,
tinggal di Banjarmasin
Copyright © 2003 Banjarmasin Post
http://209.85.175.104/search?q=cache:_IPw8FcyhMoJ:www.freelists.org/archives/ppi/12-2004/msg02440.html+perang+banjarmasin&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id
MULTIKULTURISME DAYAK DAN PROSPEK REKONSILIASI DI KALIMANTAN
MULTIKULTURISME DAYAK
DAN PROSPEK REKONSILIASI DI KALIMANTAN
oleh John Bamba, Direktur Institut Dayakologi
Dimuat di harian Media Indonesia 10 Desember 2001
Pada masa lalu, ada mayat yang dikubur dengan cara dibakar; ada yang berjalan ke lubang kuburnya sendiri; ada yang dibiarkan berada dalam peti mati yang tertutup rapat selama berbulan-bulan menunggu para pengayau kembali dengan membawa beberapa kepala hasil kayauan; tetapi ada juga yang dikubur dengan cara biasa. Itulah gambaran multikulturisme Dayak.
Dayak bukanlah identitas yang mengacu pada satu komunitas saja. Bahkan kesepakatan tentang penggunaan istilah Dayak sendiri sesungguhnya belum tuntas. Lihat misalnya buku karangan Mikhail Coomans (1987) atau Herman Joseph van Hulten (1992) atau bahkan yang penulisnya adalah orang Dayak sendiri, Thambun Anyang (1998) yang semuanya menggunakan istilah 'Daya' bukan Dayak. Bahkan beberapa penulis lain ada yang menggunakan istilah Dyak atau Daya'. Versi manakah yang benar? Yang benar, istilah itu bukan berasal dari orang Dayak. Ia bukan istilah yang given melainkan gifted yakni istilah yang diberikan oleh orang lain. Dayak bukan primary ethnicity melainkan secondary ethnicity, yakni identitas yang digunakan orang Dayak dalam berhubungan dengan etnis lain daripada antarsesama Dayak. Adapun yang menyangkut beragamnya versi penulisan kata Dayak, mungkin juga merefleksikan salah satu aspek multikulturisme tersebut.
Karenanya, jika yang kita maksud dengan Dayak adalah penduduk asli Kalimantan, maka sesungguhnya kita berbicara tentang ratusan identitas (sub)etnis yang - selain adalah penduduk asli Kalimantan - memiliki beberapa persamaan umum saja misalnya dalam hal asal-usul, worldviews atau bentuk fisik. Bahasa orang Dayak itu ratusan, upacara adatnya berlainan, tradisinya juga berbeda-beda. Tradisi mengayau misalnya. Salah besar jika mengatakan bahwa semua orang Dayak pada zaman dulu adalah pengayau. Anggapan ini sama saja dengan mengatakan bahwa semua orang Dayak beragama Kristen atau semua yang berperang dengan orang Madura itu Dayak. Singkat kata, Dayak itu multietnis, tentu saja jika definisi etnis kita persempit.
Karena Dayak itu 'multietnis', maka tidaklah terlalu sulit untuk menemukan multikulturisme dalam kebudayaannya, sebab realitas Dayak sendiri sudah multikultur. Bahasanya berbeda-beda, demikian pula tradisi yang dimiliki masing-masing subetnis. Karena itulah dalam realitas eksistensial komunitas-komunitas tersebut, pada suatu masa dalam sejarah di masa lampau, komunitas-komunitas Dayak itu adalah orang lain satu sama lain. 'Orang lain' tidak hanya berarti tidak tergabung dalam sebuah identitas kolektif--atau semacam 'pan-dayakisme' --seperti yang dikenal sekarang, tetapi beberapa di antara komunitas tersebut juga saling serang dan saling bunuh secara fisik. Sehingga pemerintah kolonial Belanda perlu mengambil inisiatif untuk mengumpulkan wakil-wakil komunitas tersebut di Tumbang Anoi (Kalimantan Tengah sekarang) pada 1894 dalam rangka menyelesaikan pertengkaran-pertengkaran akibat berbagai perkara pembunuhan, penahanan, dan perampokan. Harap dicatat bahwa menurut SW Tromp, Residen Kalimantan Afdeling Barat yang melaporkan dari pertemuan tersebut, pesertanya tidak hanya perwakilan dan Kepala Adat Dayak tetapi juga Kepala Adat Melayu.
Pertemuan Tumbang Anoi tidak hanya membuktikan bahwa orang Dayak pada masa lampau terlibat dalam permusuhan satu sama lain dan dengan etnis lain, tetapi juga (dan ini yang penting) bahwa secara kultural mereka memiliki potensi untuk menyelesaikan segala permusuhan dan dendam yang ada. Dengan kata lain, mereka memiliki semangat rekonsiliasi yang secara konkret dibuktikan --salah satunya-- melalui pertemuan di Tumbang Anoi itu. Benarkah orang Dayak bisa berdamai dan memaafkan? Unsur-unsur budaya Dayak manakah yang memungkinkan untuk itu?
Budaya Rumah Panjang
Seandainya budaya rumah panjang orang Dayak tidak dihancurkan dan dibiarkan hancur menjelang akhir 1960-an dan awal 1970-an, perang antaretnis yang marak belakangan ini akan lebih mudah dicarikan solusinya. Setiap rumah panjang yang terdiri dari puluhan KK itu (ada yang ratusan juga), memiliki seorang pemimpin atau Tuai Rumah (Dayak Iban). Peranan Tuai Rumah tidak seperti Kepala Adat sekarang yang dijadikan bawahan Kepala Desa (Gabungan) dan mengantongi SK dari bupati, meskipun di banyak tempat usaha ini tidak selalu efektif untuk memorak-porandakan kepemimpinan beberapa kepala adat yang ada. Tuai Rumah adalah pemimpin sejati yang berurat-berakar di komunitasnya, Komunitas Rumah Panjang. Ia memiliki akses terhadap aktivitas semua anggota komunitasnya termasuk apa yang mereka rasakan, inginkan, dan ekspresikan. Tindakan seorang warga komunitas pastilah diketahui oleh Tuai Rumah dan omongan Tuai Rumah didengarkan oleh warganya. Sangat kontras dengan omongan para tokoh adat sekarang yang kebanyakan tidak dihiraukan oleh komunitasnya. Warga komunitas rumah panjang yang bergerombol atau berkumpul dengan tujuan untuk melakukan sesuatu pun pasti sepengetahuan Tuai Rumah. Jadi, legitimasi kepemimpinannya jelas sehingga orang Dayak tidak mesti mencari-cari pemimpin lain seperti para panglima yang menjadi gejala umum sekarang (dan mulai menular ke etnis lainnya). Aparat keamanan dan para penegak hukum pun tidak usah repot-repot mencari provokator atau dalang, jika sesuatu terjadi.
Agar dapat melestarikan nilai-nilai budaya rumah panjang tersebut, dibutuhkan lingkungan fisik dan sosial yang mendukungnya. Rasa kebersamaan, saling percaya, dan semangat solidaritas yang sangat kuat dalam komunitas rumah panjang tidak bisa dibangun dari pintu ke pintu rumah warga yang tunggal seperti sekarang di bawah koordinasi Pak RT. Sebab untuk berkumpul dalam sebuah pertemuan saja, orang Dayak sekarang menuntut diberi surat undangan resmi dan tertulis, jika tidak, banyak di antara mereka tidak mau datang karena malu merasa tidak diundang.
Jadi, budaya rumah panjang menjamin adanya akses komunikasi yang efektif dan kepemimpinan yang jelas. Dua aspek ini sangat penting dalam proses penanganan sebuah konflik yang sedang terjadi.
Hukum Adat
Hukum adat dibuat untuk menciptakan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat berdasarkan norma-norma yang dianut. Sesuai dengan namanya, hukum adat berakar pada adat istiadat yang berlaku secara lokal, bukan hukum yang berkait berkelindan dengan tuntutan internasional dan global. Hukum adat jelas memiliki pula nilai-nilai universal, namun universalnya komunitas yang lokal. Hukum adat Dayak diberlakukan untuk mencegah tindakan-tindakan main hakim sendiri - dengan kekerasan maupun tidak - baik oleh warga komunitas yang bersangkutan maupun oleh warga luar terhadap komunitas tersebut. Orang Dayak sangat menghormati hukum adatnya dan dengan cara demikianlah mereka berhasil menyelesaikan 233 perkara secara adat dalam waktu dua bulan pada 1894 di Tumbang Anoi.
Masalah akan timbul bilamana hukum adat sekonyong-konyong, entah karena apa, menjadi seolah-olah tidak jalan, tidak sah, dan pintu keadilan lainnya pun (baca: supremasi hukum negara) menjadi mandul. Milik orang dirampas seenaknya, orang diusir, sumber kehidupannya dihancurkan, dan bahkan kadang-kadang dibunuh tanpa penyelesaian hukum yang jelas, atas nama 'pembangunan', 'persatuan dan kesatuan' atau 'nasionalisme'. Kondisi ini akan membuat orang frustrasi dan bagi warga komunitas yang cenderung berpikiran sederhana, mereka biasanya tidak membutuhkan para provokator untuk mengambil alih hukum ke dalam tangannya sendiri, apalagi jika para provokator tersebut memang terbukti ada.
'Universalitas' hukum adat Dayak itu (yang berlaku di semua subetnis) ditandai dengan tidak dikenalnya hukuman mati dan karenanya tidak dikenal prinsip 'nyawa ganti nyawa'. Jika orang Dayak membalas membunuh bilamana ada warga komunitasnya yang dibunuh, itu bukan karena prinsip 'nyawa ganti nyawa' melainkan karena keadilan telah dirampas dari mereka melalui mandulnya hukum adat yang mestinya berlaku atau hukum negara yang gagal berfungsi. Kalau hal itu terjadi sekali atau dua kali, biasanya tidak sampai memicu tindakan balas dendam. Namun, bila hal itu terjadi berulang kali apalagi sampai belasan kali oleh pelaku dari latar belakang yang relatif sama, maka orang menjadi sangat sensitif dan pembalasan sulit dihindari. Tengok saja pemerintah Amerika dan sekutunya yang mengklaim dirinya sebagai kampiun hak asasi manusia dan paling beradab, juga tidak bisa menghindarkan diri dari perangkap balas dendam tersebut.
Budaya Kolektif
Orang Dayak berpandangan bahwa alam ini adalah rumah bersama bagi semua makhluk, termasuk makhluk-makhluk yang tidak kelihatan. Karena itu, manusia tidak boleh memonopoli alam untuk kepentingan manusia semata. Atas prinsip inilah, unsur-unsur alam yang berseberangan dengan kepentingan manusia tetap harus diberi tempat untuk eksis. Makhluk-makhluk yang biasanya mengganggu kehidupan manusia seperti setan dan hantu juga diberi makan bilamana ada ritual yang berhubungan dengan hal tersebut diadakan. Harap diingat, bahwa memberi makan setan atau hantu tidak sama dengan 'menyembah' setan atau hantu; sama seperti jika kita memberi makan ayam, tidak berarti menyembah ayam. Intinya adalah, hubungan yang harmonis dengan semua unsur alam harus dipertahankan dengan memperlakukan semuanya secara proporsional dan adil, tidak dengan cara diskriminatif. Sebab semua yang ada di alam merupakan ciptaan Yang Maha Kuasa. Jika Yang Maha Kuasa saja memberi kesempatan bagi semua makhluk, apalagi manusia.
Prinsip kebersamaan dalam budaya Dayak ini tidak main-main. Ada pepatah Dayak yang mengatakan, 'Anjing saja diberi makan, apalagi manusia'. Ada juga pepatah lain yang mengatakan, 'Sesama saudara diajak makan, tamu diberi beras'. Maksudnya adalah penghormatan terhadap keberadaan manusia seperti apa adanya. Seorang tamu yang belum diketahui secara persis latar belakangnya, mungkin memiliki cara-cara makan yang berbeda dengan orang Dayak sehingga memberikan 'bahan makanan' dianggap sebagai keputusan yang paling bijaksana agar sang tamu dapat mengolah makanan dengan cara yang sesuai dengan keadaannya. Semangat kebersamaan orang Dayak itu secara efektif dapat pula kita lihat dalam berbagai perang antaretnis yang terjadi di Kalimantan. Dalam kondisi geografis yang terpencar-pencar di pedalaman serta sarana komunikasi dan transportasi yang sangat tidak memadai, orang Dayak dengan mudah berkumpul. Mangkok Merah yang sering dipublikasikan sebagai sarana komunikasi orang Dayak itu, bukan merek handphone. Ia cuma sebuah mangkuk dengan beberapa tetes darah ayam, sepuntung rokok, selembar bulu ayam, dan secarik daun kajang yang biasa dipakai sebagai bahan untuk membuat atap rumah. Mangkuk itu diedarkan dari kampung ke kampung dengan berjalan kaki dan berlari, bukan melalui pesan e-mail. Dengan cara itu, orang Dayak sudah akan berkumpul secara cepat dan dalam jumlah yang fantastis.
Transformasi dan Rekonsiliasi
Jika semangat kebersamaan terhadap semua makhluk dalam budaya Dayak begitu kuat, mengapa mereka bisa menjadi sangat intoleran seperti yang kita lihat dalam beberapa pertikaian etnis yang terjadi di Kalimantan? Jawaban atas pertanyaan ini telah berusaha diberikan oleh banyak pengamat, analis, wartawan, dan peneliti. Beberapa di antaranya adalah kebijakan monokulturisme Orba, ketidakadilan, benturan budaya, lemahnya supremasi hukum, pertarungan politik, dan penindasan. Tulisan ini tidak akan memperpanjang daftar tersebut, melainkan apakah multikulturisme Dayak itu bisa mewujudkan sebuah Kalimantan yang damai dalam keberagaman?
Orang Dayak sering kali diidentikkan orang lain dengan kebiadaban, keprimitifan, keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan. Waktu saya masih kecil dulu, seorang anak yang kena flu dan malas membuang ingusnya sehingga mengering di kedua pipinya, dikatakan, "Seperti anak Dayak saja kamu!" Di luar Kalimantan, banyak orang yang percaya (bahkan beberapa di antaranya sampai sekarang) bahwa orang Dayak itu berekor, membuat rumah di atas pohon, dan makan manusia mentah maupun masak.
Karena itu, jika ada perilaku orang yang idiot dan mengundang tertawaan, disebut dayak-dayakan (mudah-mudahan nama panggilan salah seorang pelawak terkenal itu tidak ada hubungannya dengan stereotipe ini). Beberapa media internasional pun masih mengeksploitasi stereotipe ini dalam pemberitaan mereka tentang berbagai peristiwa yang melibatkan orang dayak belakangan ini. Jika dibaca, style pemberitaan tersebut umumnya mengarah pada satu kesimpulan: orang Dayak itu semuanya pengayau dan makan manusia dan masih berlangsung hingga sekarang.
Ketika elite-elite politik berdebat tentang komposisi kabinet, orang Dayak tidak pernah disebut-sebut sebagai salah seorang yang harus ada wakilnya, terlepas dari berapa besar peranan mereka dalam menyumbang devisa kepada negara melalui hutan-hutan mereka yang diporak-porandakan dan budaya mereka yang dihancurkan. Toh, mereka sekarang sudah minoritas di Kalimantan dan yang lebih penting lagi belum ada yang cakap untuk menjadi pemimpin. Lagi pula, orang Dayak tidak pernah demonstrasi di Bundaran HI untuk diberi jatah kursi menteri, apalagi mengarak-arak bendera Kalimantan.
Dayak yang dulu beranggapan bahwa semua makhluk penghuni dunia harus diperlakukan dengan adil dan tamu-tamu harus disambut dengan ramah agar hidup mereka tenang dan damai, makin lama makin ragu. Kebaikan, kejujuran, dan kepolosan ternyata sekarang sudah tidak baik lagi. Orang sekarang main rampas, main ancam, main paksa, dan main bunuh. Siapa yang kuat dialah yang menang. Dunia sudah berubah; perilaku manusia cenderung kembali ke zaman nenek moyang yang mengayau dulu. Mereka belajar bahwa supaya bisa tetap eksis, mereka harus berani melawan. Pemerintah pun sekarang tidak bisa dipercaya lagi untuk memberikan perlindungan dan keadilan kepada mereka, termasuk para polisi dan tentara. Lihat saja tindakan perampasan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar terhadap tanah dan tempat tinggal mereka, semuanya dilakukan dengan izin resmi berdasarkan hukum pemerintah dan di-back-up oleh aparat. Hukum adat mereka sendiri tidak diakui, apalagi ditaati. Akibatnya mereka merasa disingkirkan, dikorbankan.
Karena itu, untuk menciptakan sebuah Kalimantan yang damai, pertama-tama kedilan harus ditegakkan. Keadilan tidak hanya menyangkut masalah ekonomi; tidak juga dengan memberikan otonomi yang hanya ditafsirkan sebagai melimpahkan penguasaan atas sumber daya ekonomi kepada pemerintah daerah. Keadilan adalah masalah eksistensial dan eksistensi menyangkut harkat dan martabat manusia yang melampaui aspek ekonomis semata.
Hukum adat yang merupakan wahana penyelesaian setiap permasalahan secara damai dan non-violence dalam masyarakat adat, mestinya diberdayakan dan diperkuat efektivitasnya melalui pengakuan yang jelas dan tegas akan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Hal ini tentu saja tidak berarti bahwa hukum adat harus diberlakukan secara nasional sebab hakikat hukum adat adalah aturan yang berlaku secara lokal. Namun, peran hukum adat sebagai pelindung dan pengayom rasa keadilan komunitas yang menerapkannya harus didukung oleh negara.
Demikian pula kepemimpinan yang efektif seperti yang tergambar dalam pengelolaan komunitas rumah panjang yang berlandaskan adat istiadat yang berlaku dalam komunitas Dayak, membutuhkan usaha revitalisasi dan restitusi agar kembali menemukan efektivitasnya sehingga memudahkan komunikasi dan koordinasi dalam pemecahan masalah-masalah yang dihadapi. Dengan kehadiran pemimpin-pemimpin yang legitimate dalam masyarakat, solusi-solusi terhadap permasalahan yang timbul dapat diselesaikan secara dini melalui para pemimpin yang dihormati dan dihargai oleh masyarakatnya.
Beberapa hal dia atas, jika dilaksanakan mungkin tidak akan serta merta menyelesaikan secara tuntas dan permanen persoalan antaretnis yang sering terjadi di Kalimantan. Namun, setidak-tidaknya, jika masalah-masalah tersebut ditangani, niscaya akan menyentuh beberapa akar persoalan yang melatarbelakangi setiap konflik yang ada yakni terciptanya keadilan dalam sebuah Indonesia yang multikultur.
Dusa Malakng, Buat Penyelingkuh
Suatu malam, warga memergoki Jari (bukan nama sebenarnya), seorang pemborong sebuah proyek jalan sedang "bercinta" dengan Es (juga bukan nama sebenarnya). Keduanya sama-sama sudah berkeluarga. Saat kejadian, suami Es kebetulan tidak berada di rumah.
Menurut Deka, seorang warga masyarakat adat Dayak Krio Ketapang yang tinggal di Pontianak, perselingkuhan antara Jari dengan Es itu merupakan pelanggaran terhadap hukum adat dusa malakng (suami orang lain berselingkuh dengan isteri orang lain). Penyelesaian kasusnya harus melalui perkara adat yang dipimpin oleh seorang mantir adat (orang yang khusus mengurus masalah hukum adat).
Deka menjelaskan, hukum adat dusa malakng ini terdiri dari dua jenis, yakni dusa malakng kepada pihak suami perempuan yang berselingkuh dan dusa malakng kepada pihak isteri laki-laki yang berselingkuh, ditambah donda padusa (pihak laki-laki dan perempuan yang berselingkuh membayar adat kepada mantir).
Dikatakan Deka, besar masing-masing hukum adatnya berbeda. Dalam dusa malakng suami orang, pihak laki-laki yang berselingkuh mengeluarkan adat berupa 3 x selawi (nilai satuan hukum adat tertinggi). Selawi setara dengan 2 x 16 poku (nilai satuan hukum adat di bawah selawi). Sepoku sama dengan sekitar delapan centimeter rantai perak, sama dengan empat singkar piring putih. Sedangkan selawi sama dengan delapan singkar piring putih. yang nilainya sebesar . Pihak laki-laki yang berselingkuh juga wajib mengeluarkan 3 buah tempayan, dua belas singkar pingatn (piring) putih, tiga ekor ayam dan seekor babi. "Semua adat itu diberikan kepada pihak suami perempuan yang berselingkuh," kata Deka.
Hukuman sejenis diberikan juga kepada pihak perempuan yang berselingkuh. Ia harus mengeluarkan adat kepada pihak isteri laki-laki yang berselingkuh dengan tiga buah tempayan, dua belas singkar piring putih, tiga ekor ayam dan seekor babi. "Hukum adat ini diberikan karena pihak perempuan mengganggu suami orang lain," tandas Deka.
Disamping dikenakan hukum adat dusa malakng, keduanya dijatuhi donda padusa (denda adat). Masing-masing harus mengeluarkan adat dengan sebuah tempayan tajo (tajau), selawi, sebuah tempayan tuak, seekor ayam dan seekor babi. "Denda adat ini diatur oleh mantir yang memutuskan perkaranya," jelas Deka.
Dalam kasus seorang bujangan berselingkuh dengan isteri orang lain atau seorang gadis berselingkuh dengan suami orang lain maka hukum adat hanya dijatuhkan kepada pihak laki-laki yang belum berkeluarga atau pihak perempuan yang berkeluarga. Artinya, yang mengeluarkan adatnya hanya pihak yang belum berkeluarga. Sedangkan pihak perempuan atau laki-laki yang sudah berkeluarga sama sekali tidak dikenakan, kecualai donda padusa. "Masalahnya, yang belum berkeluarga itu mengganggu orang yang sudah berkeluarga," kata Deka beralasan.
Hukum adat yang harus ditanggung oleh pihak laki-laki atau perempuan yang belum berkeluarga adalah 3 x selawi, tiga buah tempayan, dua puluh singkar piring putih, tiga ekor ayam, seekor babi dan sebuah tempayan tajau sebagai penyaman hati. Semua adat itu diberikan kepada pihak suami atau isteri yang menjadi lawan selingkuh pihak perempuan atau laki-laki yang belum berkeluarga.
Donda padusa dalam kasus perselingkuhan antara pihak laki-laki atau perempuan yang belum berkeluarga dengan pihak perempuan atau laki-laki yang sudah berkeluarga sama dengan donda padusa pada orang yang sama-sama berkeluarga. Masing-masing pihak wajib membayarnya dengan tempayan tajo (tajau), selawi, sebuah tempayan tuak, seekor ayam dan seekor babi. Adat padusa ini pun diurus dan diatur oleh mantir adat yang memutuskan perkara.
Sepengetahuan Deka, hukum adat perselingkuhan Dayak Krio yang sekarang tidak seketat zaman dulu. "Dulu perempuan dan laki-laki tidak boleh berpapasan di jalan; tidak boleh bersamaan naik tangga rumah, walaupun yang satu naik dari tangga belakang dan yang satu naik dari tangga depan; tidak boleh mencium anak orang karena karena dianggap sebagai cium kiriman; tidak boleh ada bekas ludahan kapur sirih pada lantai jika suami seseorang sedang tidak ada di rumah," kisah Deka.
Makalah: ZAMAN KEEMASAN DINASTI TURKI USMANI PADA MASA SULAIMAN 1 (1520 – 1566)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Islam yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW telah membawa bangsa Arab yang semula bodoh, terbelakang, tidak dikenal dan diabaikan oleh bangsa – bangsa lain, menjadi bangsa yang lebih maju. Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga saat ini.
Setelah Khalifah Abbasiyah di Bagdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan Politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaan tercabik – cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun kemalangan tidak hanya disitu saja, sisa – sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan ini dipimpin oleh Timur Lenk, yang berarti Timur si Pincang. Timur Lenk, sebagaimana telah disebut menghancurkan pusat–pusat kekuasaan Islam yang ada di wilayah lain.
Keadaan Politik umat Islam yang sedang mengelami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan baru. Turki Usmani adalah salah satu pertama yang berdiri, dan juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya. Dibawah pemerintahan Usman 1, Turki Usmani berhasil memperluas wilayah kekuasaannya. Ia menyerang daerah perbatasaan Bizantium dan meneklukan kota Broessa tahun 1317 M. Begitu pula ketika Turki usmani berada di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Al–Fath yang dapat mengalahkan Byzantium dan menaklukan Konstantinofel tahun 1453 M. Dengan terbukanya Konstantinofel sebagai benteng pertahanan terkuat kerajaan Bizantium, maka lebih mudahlah arus ekspansi Turki Usmani ke Benua Eropa. Akan tetapi ketika Sultan Salim 1 naik tahta, Ia mengalihkan perhatian ke arah Timur dengan menaklukan Persia, Syria, dan Dinasti Nomalik di Mesir. Usaha Sultan salim 1 ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman Al–Quruni (1520–1566 M). Sultan Sulaiman berhasil menundukan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budhapest, dan Yaman. Dengan demikian luas wilayah Turki Usmani pun meliputi Asia kecil, Armenia, Irak, Syria, Hejaz, dan Yaman di Asia. Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika. Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hungaria, dan Rumania di Eropa.
Berdasarkan latar belakang diatas, membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh begaimana Zaman keemasan Turki Usmani di bawah pemerintahan Sultan Sulaiman. Adapun judul makalah yang diambil adalah sebagai berikut : “ZAMAN KEEMASAN DINASTI TURKI USMANI PADA MASA SULAIMAN 1 (1520 – 1566)”.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka untuk lebih memfokuskan pembahasan, penulis membuat rumusan masalah yang dibatasi dalam beberapa pertanyaan, sebagai berikut :
1) Bagaimana latar belakang munculnya Dinasti Turki Usmani ?
2) Bagaimana perkembangan Dinasti Turki Usmani pada zaman keemasan ?
3) Mengapa Dinasti Turki Usmani mengalami kemunduran ?
I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui gambaran mengenai latar belakang munculnya Dinasti Turki Usmani.
2) Untuk mengetahui gambaran mngenai perkembangan Dinasti Turki Usmani pada zaman keemasan.
3) Untuk mengetahui gambaran mengenai penyebab Dinasti Turki Usmani mengalami kemunduran.
I.4 Metode Penulisan dan Teknik penulisan
Metode yang digunakan untuk penulisan makalah ini, adalah menggunkan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang berorientasi pada pemecahan masalah dengan menjelaskan dan menganalisis data–data yang diperoleh. Teknik yang digunakan untuk menyususn makalah ini yaitu menggunakan studi literatur, yaitu penulis menggunakan beberapa buku dan sumber–sumber literatur yang relevan dengan topik yang dikaji.
I.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang acuan dalam melaksanakan penelitian di dalamnya diuraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan teknik penulisan, serta sistematika makalah.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini merupakan pemaparan atau pembahasan terhadap aspek–aspek yang ditanyakan dalam rumusan masalah sebagai bahan kajian. Bab ini terbagi menjadi tiga sub bab yaitu latar belakang munculnya Dinasti Turki Usmani, perkembangan Dinasti Turki Usmani pada zaman keemasan, dan penyebab kemunduran kerjaan Turki Usmani.
BAB III KESIMPULAN
Bab ini berisi kesimpulan yang penulis kemukakan berkenaan dengan topik yang dikaji pada bab sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Beakang Munculnya Dinasti Turki Usmani
Kerajaan Usmani berasal dari suku bangsa pengembara yang bermukim di wilayah Asia Tengah, di utara laut Kaspia. Mereka termasuk suku Kayi, salah satu dari suku di Turki Barat yang terancam serbuan bangsa Mongol yang berusaha menyerang Turkistan dan Iran pada abad ke–13. suku Kayi saat itu dipimpin Sulaiman Syah yang meminta perlindungan kepada Jalaludin Mungubirti bi Khawarizmi, Sulaiman Syah yang menguasai Transsoksania yang akhirnya juga kalah oleh bangsa Mongol. Jalaludin menunjukannya jalan ke barat laut Armenia, dan pemimpin suku kayi itu mengarahkan anggotanya ke Kurdistan dan ke Azerbaijan di perbatasan Asia kecil. Di sana mereka menetap dan mendapatkan wilayah padang rumput luas yang subur serta kaya air.
Sulaiaman kemudian berusaha memasuki wilayah Syam (Suriah) setelah merasa aman dari ancaman bangsa Mongol. Namun, terjadi banjir secara tiba–tiba dan menenggelamkannya ketika ia menyebrang sungai Eufrat, dekat kota Allepo pada tahun 1228. kawanan pengembara itu lalu terpecah menjadi dua kelompok, mereka yang ingin kembali ke daerah asalnya dan mereka yang mengangkat Artogrol menjadi pemimpin mereka. Artogrol beserta rombongan mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Seljuk Rum yang berpusat di Konya (Iconium), yang sedang berperang menghadapi kekaisaran Romawi Timur (Bizantium). Dengan bantuan Artogrol pasukan Alauddin mendapat kemenangan. Kemudian, Sultan Alauddin memberikan wilayah perbatasan dengan binzantium di Asia kecil kepada Artogrol sebagai sebuah hadiah. Ketika Artogrol meninggal pada 1280 digantikan oleh putranya yaitu Usman sebagai pemimpin suku bangsa itu atas persetujuan Sultan Alauddin II, ia memindahkan ibukotanya ke Melangenon. Kepemimpinan Usman menimbulkan rasa simpati dari Sultan Alauddin II diantaranya Sultan memberinya hak–hak istimewa, memberikan wilayah yang ditaklukan dari wilayah bizantium, diperkenankan untuk mencetak uang sendiri, namanya disebut dalam khotbah jumat dan diberi gelar “Bey”. Dari Usman inilah diambil nama bagi kerajaan Usmani. Selain itu, munculnya Dinasti Turki Usmani akibat runtuhnya Dinasti Seljuk Rum yakni pada tahun 1299, bangsa Mongol yang telah menghancurkan Bagdhad, ibu kota kekhalifahan Abbasyiah, pada tahun 1258 dipimpin oleh Ghazan Khan menyerang wilayah Seljuk Rum. Sultan merasa takut dan meminta bantuan ke Bizantium, tetapi tidak dihiraukan dan akhirnya mati terbunuh dalam peperangan melawan Mongol. Kekosongan kepemimpinan di wilayah Seljuk Rum dimanfaatkan oleh Usman untuk memerdekakan diri, bahkan wilayah Seljuk Rum menjadi miliknya dengan berbaiatnya para penguasa Seljuk kepadanya. Rakyat yang terdiri dari berbagai kelompok membaiatnya dan memohon perlindungan kepadanya, hal ini terjadi pada tahun 1300. Dengan demikian, berdirilah kerajaan Usmani dan Usman sebagai pemimpin dengan gelar Padisha Alu Usman (Raja Kelauarga Usman). Ibu kota kekuasaan kerajaan Usmani pertama kali ialah Qurah Hisyar, sebuah kota Bizantium yang ditaklukan oleh pasukan Usmani.
2.2 Zaman Keemasan Turki Usmani pada Masa Sulaiman I
Zaman keemasan kerajaan Usmani terjadi pada masa Sultan Sulaiman I yang bergelar The Graet, The Magnificient, Al -Qanuni (Karena bangsa yang meletakkan dasar hukum bagi Dinasti Usmani dan yang paling lama memerintah (1520–1566) peletak UU. Meskipun demikian, proses menuju keemasan sudah dimulai sejak seabad sebelumnya dengan ditaklukannya wilayah–wilayah di daratan Eropa termasuk jatuhnya Konstantinofel oleh Sultan Muhammad II Al–Fath pada tahun 1453. Kerajaan Usmani juga melebarkan sayapnya ke Afrika Utara menaklukan Mesir pada masa pemerintahan Sultan Salim I tahun 1517. Penaklukan-penaklukan selanjutnya dilakukan oleh Sultan Sulaiman I baik didaratan Eropa, Asia dan Afrika Utara. Wilayah Turki Usmani pada saat itu mencapai puncak kejayaannya meliputi hamparan daratan dan lautan yang luas dan merupakan negara adidaya atau superpower yang tidak ada tandingannya di dunia. Zaman keemasan ini ditandai dengan ucapan Sulatan Sulaiman :
“Saya Sultan dari segala Sultan, Raja dari semua Raja, pemberi mahkota kepada Raja–Raja di muka bumi, bayang–bayang Allah dimuka bumi, Sulatan dan Raja laut putih (sebutan untuk Laut Tengah) dan laut Hitam. Raja Rumelia, Anatolia, Kirman, Romawi, Zulkadria, Diyabakr, Kurdistan, Azerbaijan, Persia, Damaskus, Halb (Allepo), Cairo, Mekkah, Madinah, Yerusalem, Yaman. Seluruh negeri Arab dan Negeri–negeri lainnya. Semua itu adalah hasil penaklukan ayah–ayahku dan kakek–kakekku yang mulia. Semoga Allah menerangi makam mereka. Sayalah Sultan Sulaiman Khan. Putra Sultan Salim Khan, Putra Sultan bayazid Khan”.
Kemajuan dan kejayaan Dinasti Usmani meliputi berbagai bidang antara lain Wilayahnya yang luas meliputi daratan Eropa, Asia, dan Afrika yang disertai dengan kemajuan militer yang bertumpu pada pasukan Jannisary dan Taujiyah dan angkatan lautnya yang tangguh. Kemudian kemajuan dalam bidang ekonomi, perdagangan, hasil pajak dan perannya sebagai negara penghubung antara negara timur dan barat. Kemajuan tersebut ditunjang oleh kesadaran masyarakat yang rela mengeluarkan harta wakaf bagi kepentingan agama dan umum. Dilain pihak, Sultan Sulaiman sendiri bertindak adil dan bijaksana, misalnya dalam hal toleransi beragama sehingga masyarakat merasa tentram. Segala tindakan masyarakat diatur oleh undang – undang sehingga ia diberi gelar Al-Qanuni. UU tersebut di tulis oleh Ibrahim Al–Halabi yang bernama UU Al – Mutaqa Al – Abhur yang berarti pertemuan laut–laut.
Sultan Sulaiman adalah seorang yang berperadaban tinggi dan mampu membuat syair yang indah dalam bahasa Persia. Ia juga seorang saleh dan Zuhud serta pernah menulis Al–Qur’an sebanyak 8 jilid dengan tangannya sendiri yang tersimpan di dekat makamnya di Kontantinofel. Dinasti Usmani mencapai peradaban tinggi karena kepandaian masyarakatnya yang adaptif terhadap kemajuan di sekitarnya. Usmani banyak mengikuti etika dan protokoler istana raja–raja Persia karena adanya hubungan historis yang melatar belakangi kehidupan Usmani sebelum dan sesudah pindah ke Asia Barat. Usmani banyak meniru sistem organisasi tentara dan pemerintahan Bizantium yang dinilainya lebih maju dahulu. Usmani juga meneliti dan mengembangkan Ilmu Ekonomi, Sosial, Kemasyarakatan, Hukum dan Huruf dari budaya Arab melalui ajaran Islam yang mereka peluk.
Dinasti Usmani tidak banyak mengembangkan Ilmu Pengetahuan. Bidang militer menjadi tulang punggung kemajuan wilayah dan berjasa dalam mengembangkan Islam di Eropa secara politik. Diasti Usmani sangat maju dalam bidang bangunan fisik dan arsitektur dengan corak warna tersendiri. Mesjid–mesjid dibangun dengan indah seperti Mesjid Al–Mahammadi, mesjid Agung Sulaiman yang kemegahannya mengungguli mesjid–mesjid di sekitarnya. Mesjid Abu Ayub Al–Asari, Mesjid Aya Sofia yang pada awalnya merupakan gereja yang direnofasi menjadi mesjid. Mesjid Bizantum yang mewah dan bergaya Persia. Mesjid–mesjid tersebut dihiasi dengan kaligrafi yang indah. Selain itu, banyak juga dibangun mesjid, madrasah, rumah sakit, gedung–gedung, jembatan, saluran air, tempat peristirahatan, makam dan pemandian umum yang di koordinasi oleh Sinan Pasya seorang arsitek terkenal pada masa itu.
Masyarakat Usmani juga mengalami kemajuan dalam bidang agama. Mereka sangat menghargai ajaran–ajaran agama sehingga fatwa ulama menjadi acuan tindakan mereka. Seorang Mufti (Pemberi Fatwa) mempunyai kedudukan penting dalam memberikan keputusan–keputusan hukum. Tarekat Mualawiah dan Bektasyi juga mengalami kemajuan pada masa itu. Tarekat itu baru surut karena masalah politik. Kajian ilmu Agama Islam kurang berkembang karena mereka hanya terikat kepada Mazhab Hanafi dan aliran pemikiran Asy’ariyah dengan membatasi perkembangan Mazhab dan aliran lain. Bahkan Sultan Mahmud II memerintahkan Syekh Husein Al–Jisri untuk menulis kitab yang bernama Al-Husun Al– Hammidiyah sebagai benteng untuk melindungi ajaran alirannya.
2.3 Penyebab Kemunduran Dinasti Turki Usmani
Setelah mengalami puncak kejayaan pada masa Sulaiman I (1520–1566), Dinasti Turki Usmani berangsur–angsur mengalami kemunduran. Penyebab kemunduran Dinasti Turki Usmani , diantaranya :
1) Pengangkatan Pegawai berdasarkan Kesenangan Sultan
Pada mulanya yang diangkat sebagai pegawai pemerintah ialah mereka yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu melalui pendidikan. Tetapi selanjutnya pengangkatan pegawai tersebut didasarkan atas kesenangan para Sultan. Kebiasaan ini mulai berlaku pada masa pemerintahan Sulaiman I, sejak saat itu semakin banyak orang yang bukan ahlinya menjalankan tugas di bidang pemerintahan, sehingga pemerintahan Turki Usmani mengalami kemerosotan.
2) Golongan Yanisari Menjadi Penghambat Kemajuan
Golongan ini besar jasanya sewaktu kerajaan giat meluaskan daerah kekuasaan melalui peperangan. Sebagai golongan yang berjasa mereka memperoleh hak istimewa dan berbagai keuntungan lainnya, sehingga banyak orang Turki yang berusaha memasukan anggota keluarganya menjadi prajurit Yanisari. Setelah kegiatan untuk meluaskan daerah kekuasaan menurun, kerajaan Turki tidak banyak melakukan peperangan. Dalam keadaan demikian golongan Yanisari tidak banyak melakukan kegiatan, tetapi mereka tetap menempati kedudukan istimewa dalam masyarakat. Mereka berusaha supaya kepentinganya tidak terganggu, untuk itu mereka jarang melakukan tindakan yang tidak terpuji, yang merugikan golongan lain dalam masyarakat. Mereka curiga terhadap usaha pembaharuan karena khawatir kedudukannya terancam. Mereka menentang setiap uasaha pembaharuan, sehingga golongan ini menjadi penghambat kemajuan.
3) Pengaruhnya para alim ulama yang berpandangan kolot
Dalam kerajaan berlaku hukum yang berlandaskan ajaran Islam, sehingga para alim ulama Islam merupakan golongan yang sangat besar pengaruhnya baik dalam kehidupan masyarakat maupun pemerintahan. Tapi golongan alim ulama tersebut umumnya bersikap kolot dan berpandangan pluk, sehingga menghambat kemajuan. Pandangan ulama tertinggi Islam dalam masyarakat atau kerajaan, yang dikenal dengan julukan “Syekh–Ul–Islam” berkedudukan di Istambul, mengikat tindakan pemerintah. Tapi para pemegang kekuasaan biasa memanfaatkan pandangan Syekh–UI–Islam untuk memperkuat kedudukannya dalam menghadapi rakyat. Tidak jarang tindakan para pemegang kekuasaan tersebut bersifat menekan rakyat. Para alim ulama yang bersikap kolot tersebut cenderung membatasi kebebasan berfikir, sehingga dalam kerajaan berlangsung intelektual Stagnation. Apa yang terjadi dikalangan rakyat Turki yang beragama Islam, juga dialami oleh rakyat Turki yang menganut Nasrani dan Yahudi. Kehidupan rohani mereka juga terkukung oleh para pendeta atau para ahli agama yang mereka anut.
4) Semakin berkembangnya “Capitulation”
Di daerah Turki Usmani terdapat beberapa orang asing barat yang menetap selama beberapa waktu untuk sesuatu urusan, terutama perniagaan. Pada masa Sulaiman I, tahun 1535 kepada orang barat yaitu Prancis yang menetap di daerah dinasti Turki diberi kelonggaran untuk hidup di bawah hukum negara asalnya. Langkah yang ditempuh Sulaiman I itu tumbuh menjadi suatu pranata sosial atau instution yang disebut capitulation. Sulaiman I melakukan tindakan demikian berdasarkan persetujuan dengan raja prancis, yakni Franas I, untuk memepererat hubungan Prancis dengan Turki dalam menghadapi musuh bersama yaitu Kaisar Charles V habsburg. Dalam perkembangan kemudian, pranata sosial capitulation tidak hanya barlaku bagi bangsa Prancis tapi juga bagi bangsa–bangsa barat lainnya. Dalam rangka capitulation, orang–orang barat memiliki semacam hak–hak istimewa yaitu tidak tunduk dibawah hukum Turki Usmaniah. Sewaktu kekuasaan para Sultan masih kuat, capitulation berjalan dalam batas–batas yang wajar. Tapi setelah kekuasaan dan kewibawaan Dinasti Turki Usmani merosot, pranata sosial tersebut mengganggu keutuhan kedaulatan Turki. Melalui capitulation, kekuatan orang–orang barat berusaha mempertahankan kepentinganya, kegiatan yang mereka lakukan tak jarang merugikan kerajaan, yang akhirnya membawa kerajaan tersebut kepada kemunduran.
5) Persengkongkolan–persengkongkolan Dalam Harem
Lingkungan istana terdapat golongan wanita diantaranya para istri Sultan. Mereka hidup dalam lingkungan harem, kaum pria yang ditugaskan di sana terdiri dari orang – orang kebiri (Eunuch). Anak–anak Sultan baik yang lelaki maupun yang perempuan, umumnya dibesarkan dalam lingkungan harem. Kehidupan kaum wanita dalam lingkungan harem tidak lepas dari suasana persaingan, terutama antara para istri Sultan antara yang satu dengan yang lain berusaha memperebutkan kedudukan yang terkemuka. Masing–masing istri berambisi supaya anaknya kelak menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Sultan. Dalam hubungan ini terjdilah persengkongkolan–persengkongkolan dalam harem. Masing–masing kelompok berusaha mencari dukungan dari pihak–pihak yang memegang kekuasaan di luar harem. Dalam keadaan demikian tindakan Sultan atau pembesar pemeritahan lainnya dikendalikan oleh wanita–wanita dalam harem sehingga kegiatan pemerintahan tidak lagi tertuju kepada kepentingan negara dan rakyat.
6) Perubahan jalan dagang international melalui ujung Afrika Selatan
Faktor lainnya yang telah membawa Dinasti Turki Usmani kepada kemunduran yaitu faktor ekstern, ialah perubahan jalan dagang yang menghubungkan Timur-Barat. Pada mulanya jalan dagang tersebut melalui Asia Barat Daya dan Mesir, setelah ujung Afrika Selatan ditemukan oleh Bartholomus Diaz pada tahun 1486, maka barang perdagangan dari dunia timur mengalir ke barat melalui Afrika Selatan.
BAB III
KESIMPULAN
Kerajaan Usmani berasal dari suku bangsa pengembara yang bermukim di wilayah Asia Tengah, di utara laut Kaspia. Mereka termasuk suku Kayi, salah satu dari suku di Turki Barat yang terancam serbuan bangsa Mongol yang berusaha menyerang Turkistan dan Iran pada abad ke–13. suku Kayi saat itu dipimpin Sulaiman Syah yang meminta perlindungan kepada Jalaludin Mungubirti bi Khawarizmi, Sulaiman Syah yang menguasai Transsoksania yang akhirnya juga kalah oleh bangsa Mongol. Jalaludin menunjukannya jalan ke barat laut Armenia, dan pemimpin suku kayi itu mengarahkan anggotanya ke Kurdistan dan ke Azerbaijan di perbatasan Asia kecil. Di sana mereka menetap dan mendapatkan wilayah padang rumput luas yang subur serta kaya air. Dengan demikian, berdirilah kerajaan Usmani dan Usman sebagai pemimpin dengan gelar Padisha Alu Usman (Raja Kelauarga Usman). Ibu kota kekuasaan kerajaan Usmani pertama kali ialah Qurah Hisyar, sebuah kota Bizantium yang ditaklukan oleh pasukan Usmani.
Zaman keemasan kerajaan Usmani terjadi pada masa Sultan Sulaiman I yang bergelar The Graet, The Magnificient, Al -Qanuni (Karena bangsa yang meletakkan dasar hukum bagi Dinasti Usmani dan yang paling lama memerintah (1520–1566) peletak UU. Meskipun demikian, proses menuju keemasan sudah dimulai sejak seabad sebelumnya dengan ditaklukannya wilayah–wilayah di daratan Eropa termasuk jatuhnya Konstantinofel oleh Sultan Muhammad II Al–Fath pada tahun 1453. Kerajaan Usmani juga melebarkan sayapnya ke Afrika Utara menaklukan Mesir pada masa pemerintahan Sultan Salim I tahun 1517. Penaklukan-penaklukan selanjutnya dilakukan oleh Sultan Sulaiman I baik didaratan Eropa, Asia dan Afrika Utara. Wilayah Turki Usmani pada saat itu mencapai puncak kejayaannya meliputi hamparan daratan dan lautan yang luas dan merupakan negara adidaya atau superpower yang tidak ada tandingannya di dunia.
Penyebab kemunduran Dinasti Turki Usmani , diantaranya adalah Pengangkatan Pegawai berdasarkan Kesenangan Sultan, Golongan Yanisari Menjadi Penghambat Kemajuan, Pengaruhnya para alim ulama yang berpandangan kolot, Semakin berkembangnya “Capitulation, Persengkongkolan–persengkongkolan Dalam Harem dan Perubahan jalan dagang international melalui ujung Afrika Selatan.
Makalah: “Kependudukan dan Ketenagakerjaan (Studi Kasus Mangenai Penyebab Timbulnya Pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka)”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pola pembangunan bangsa Indonesia saat ini memerlukan penanganan yang serius terutama bidang politik, ekonomi, kesejahteraan dan pendidikan. Di tengah memburuknya situasi politik yang semakin tidak menentu, ekonomi pun ikut terpuruk sehingga mengakibatkan kesejahteraan masyarakat menurun. Bahkan bidang pendidikan lebih parah lagi. Kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia secara umum jauh dari yang diharapkan. Pembangunan yang seharusnya dilakukan pembangunan yang terpusat pada manusia dan masyarakat Indonesia dengan sasaran utama pada peningkatan SDM sehingga mampu berperan serta secara aktif dalam pembangunan, mandiri dan mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas nasional dalam menghadapi dan mengatasi tantangan serta permasalahan yang muncul dari dalam dan luar negeri.
Tempat yang terbaik untuk membangun bangsa sendiri adalah masyarakat bukan menggantungkan diri kepada pemerintah. Tugas pemerintah adalah bagaimana membina masyarakat berperan aktif dalam pembangunan. Bentuk pembinaan tersebut dapat ditempuh dengan jalur pendidikan karena walau bagaimanapun pendidikan tetap merupakan modal dasar keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan.
Namun, di tengah memburuknya kualitas sumber daya manusia di Indonesia, timbul pula beberapa faktor yang menghambat dalam proses pendidikan yaitu kemiskinan dan pengangguran. Pengangguran nampaknya menjadi ancaman yang serius bagi pola pembangunan Indonesia. Pengangguran ini dapat mengakibatkan terputusnya pendidikan dan kemiskinan yang semakin meningkat. Dengan semakin merebaknya budaya penganggur maka secara langsung akan dirasakan akibatnya dapa masalah sosial di masyarakat. Pengangguran adalah masalah sosial yang mendasar. Apalagi krisis ekonomi yang berkepanjangan ini telah membuat pengangguran semakin merebak. Fenomena penganguran terjadi pula di Desa palabuan, Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka.
Masalah pengangguran ini bukanlah semata-mata masalah si penganggur itu sendiri tetapi juga masalah masyarakat, dan masalah negara atau bangsa itu sendiri. Bagi bangsa kita, atau bagi masyarakat kita yang ber-Pancasila, masalah ini juga menyangkut masalah perikemanusiaan. Jadi, untuk penanggulangannya pun di samping melakui teknik yang serba modern, harus pula secara manusiawi. Karena masalah sudah menyangkut berbagai aspek kehidupan.
Berdasarkan masalah di atas penulis mencoba untuk mengkajinya dengan judul Makalah: “Kependudukan dan Ketenagakerjaan (Studi Kasus Mangenai Penyebab Timbulnya Pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka)”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi timbulnya pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka?
3. Bagaimana hambatan dan solusi untuk menanggulangi masalah pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka?
1.3 Pendekatan dan Metode Pemecahan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam memecahkan masalah yang sedang diteliti yaitu pendekatan multi aspek. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Penelitian kualitatif menurut Bodan dan Taylor (dalam Moleong, 1996:3), ialah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Penelitian kualitatif dengan metode deskriptif dimaksudkan untuk mengungkapkan dan memahami kenyataan yang terjadi di lapangan bagaimana adanya. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif akan lebih luas dan mendalam mengungkapkan masalah pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi langsung, wawancara, angket, analisis data dan studi literatur yang disesuaikan dengan masalah yang sedang diteliti.
1.4 Sistematika Makalah
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Pendekatan dan Metode Pemecahan Masalah
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III PEMBAHASAN
Latar Belakang Timbulnya Pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka
Dampak yang Ditimbulkan Akibat Pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka
Hambatan dan Solusi Untuk Menanggulangi Masalah Pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka
Deskripsi Angket
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
LANDASAN TEORITIS
Dalam arti luas, penduduka atau populasi berarti sejumlah makhluk sejenis yang mendiami atau menduduki tempat tertentu. Bahkan populasi dapat pula dikenakan pada benda-benda sejenis yang terdapat pada suatu tempat. Dalam kaitannya dengan manusia, maka pengertian penduduk adalah manusia yang mendiami dunia atau bagian-bagiannya (Ruslan H. Prawiro, 1981:3).
Teori penduduk modern, diantaranya:
1. Pandangan Merkantilisme, jumlah penduduk yang banyak sebagai elemen yang penting dalam kekuatan negara yaiti merupakan faktor yang penting di dalam kekuatan negara dan memegang peranan dalam meningkatkan pengahasilan dan kekayaan negara.
2. Pandangan Kaum Fisiokrat, kesempatan untuk meningkatkan jumlah produksi pertanian dalam rangka menunjang pertambahan penduduk.
3. pandangan Cantilion (Merkantilisme), tanah merupakan faktor utama yang dapat menentukan tinggi rendahnya kesejahteraan, selain itu, dinyatakan pula bahwa jumlah penduduk akan terbatas karena jumlahnya akan dibatasi oleh jumlah makanan yang dapat diproduksi oleh tanah.
4. Pandangan Quesnay (Fisiokrat), suatu negara hendaknya mempunyai penduduk yang cukup banyak, tetapi dengan sayarat agar mereka dapat mencapai taraf hidup yang layak.
Pertumbunhan penduduk (populatin growth) di suatu negara adalah peristiwa berubahnya jumlah penduduk yang disebabkan oleh adanya pertambahan alami dengan migrasi neto. Pertambahan alami (natural increase) adalah pertambahan penduduk yang diperoleh dari selisih antara jumlah kelahiran dan jumlah kematian. Migrasi neto (nett migration) adalah pertambahan penduduk yang diperoleh dari selisih antara jumlah imigran dan jumlah emigran.
Beberapa faktor yang mendorong terjadinya problem kependudukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, antara lain:
1. Kemajuan IPTEK.
2. Dorongan atau hasrat naluri manusia yang selalu memperoleh kondisi yang lebih baik dari sebelumnya di dalam kehidupannya baik material maupun intelektual.
3. Keterbatasan kemampuan dukungan alam dan SDA serta dukungan lainnya yang diperlukan.
4. Keamanan dan kestabilan negara terutama setelah pemerintahan Orde Baru dengan titik perhatian utama kepada usaha di bidang pembangunan telah membawa pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
Dari hal tersebut di atas, akan membawa akibat timbulnya masalah-masalah kependudukan yang secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu masalah kependudukan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.
Masalah kepenududukan yang bersifat kuantitatif diantaranya:
1. Jumlah dan pertumbuhan penduduk yang tinggi.
2. Penyebaran penduduk yang tidak merata.
3. Komposisi penduduk yang tidak merata.
Masalah kependudukan yang bersifat kualitatif diantaranya:
1. Kebutuhan akan pangan
2. Pendidikan penduduk
3. Pelayanan kesehatan
4. Perumahan
5. Pendapatan per-kapita
6. Kelestarian lingkungan
7. SDA
8. Tenaga kerja
Secara garis besar penduduk suatu negara dapat dibedakan menjadi dua golongan (Dumariry, 1985:7), yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batas usia kerja yang ditetapkan di Indonesia minimal usia 10 tahun, tanpa batas umur maksimal. Jadi, setiap penduduk yang sudah berusia 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Pengertian tenaga kerja menurut dipilih ke dalam dua keterangan yaitu engkatan kerja (labour fource) dan bukan angkatan kerja.
1. Angkatan kerja; tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan.
2. Bukan angkatan kerja; tenaga kerja/penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa), mengurus rumah tangga (ibu-ibu yang bukan wanita karier), serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atau jasa kerjanya (pensiun, penderita cacat yang dependen).
Dalam Dumairy (1985:75), angkatan kerja dibedakan menjadi 2 sub kelompok, yaitu pekerja dan penganggur.
1. Pekerja; orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan.
2. Penganggur; orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan.
Menurut kategori pengangguran dapat dibagi menjadi dua (Tajul Khalawaty, 2000:87) yaitu pengangguran terbuka (open unemployment) dan pengangguran terselubung (disguised unemployment)
Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah penduduk yang terdiri dari:
1. Belum pernah bekerja dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan.
2. Sudah pernah bekerja, tetapi karena suatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan, dan
3. Dibebastugaskan, baik akan dipekerjakan lagi kemudian hari atau tidak, tetapi sedang berusaha untuk mendapat pekerjaan.
Sedangkan pengangguran terselubung (disguised unemployment) berdasarkan pada ukuran jam kerjanya terdiri dari:
1. Setengah menganggur kentara, yaitu orang yang bekerja dengan jumlah jam kerja dibawah jumlah jam kerja normal.
2. Setengah menganggur tidak kentara, yaitu orang yang bekerja memenuhi jkam kerja normal, namun ia bekerja pada posisi atau jabatan yang sebenarnya membutuhkan kualifikasi atau kapasitas di bawah yang dimilikinya.
3. Setengah menganggur potensial, yaitu orang yang bekerja memenuhi jam kerja normal dengan kapasitas atau kualifikasi kerja normal, namun menghasilkan output yang rendah yang disebabkan oleh faktor-faktor organisasi, teknis, dan ketidakcukupan lain pada tempat atau perusahaan di tempat ia bekerja.
Ditinjau dari struktur kependudukan, serta hubungannya dengan permasalahan ketenagakerjaan, maka penduduk terdiri dari: usia kerja dan kerja, menurut Labour Force Concept, adalah mereka atau orang-orang yang berusia 10-64 tahun. Jadi, yang dimaksud dengan di luar usia kerja ialah orang-orang yang berusia antara: 0-9 tahun dan 65 tahun ke atas. Selanjutnya yang usia kerja terdiri pula dari unsur angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, ialah mereka yang berusia 10 tahun ke atas, yang masih bersekolah, yang mengurus rumah tangga, adalah tidak termasuk sebagai angkatan kerja (Yayasan Kesejahteraan Pemuda “66”;1989:198).
Pengertian bekerja (YKKP”66”,1980:203) yaitu:
a. Makna bekerja ditinjau dari segi perorangan adalah gerak daripada badan dan pikiran setiap orang guna memelihara kelangsungan hidup badaniah maupun rohaniah.
b. Makna bekerja dari segi kemasyarakatan ialah melaksanakan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa guna memuaskan kebutuhan masyarakat.
c. Makna bekerja ditinjau dari segi spiritual/Ketuhanan adalah merupakan hak dan kewajiban manusia dalam memuliakan dan mengabdikan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
d. Dalam UUD 1945, dikatakan bahwa mendapatkan pekerjaan adalah merupakan hak-hak setiap warga negara.
Ada beberapa jenis dan istilah pengangguran atau tuna karya, (YKKP “66”, 1980:206-207) yaitu:
1. Pengangguran murni, ialah seseorang yang termasuk angkatan kerja/usia kerja, dan atau merupakan tenaga kerja serta membutuhkan dan mau bekerja, akan tetapi benar-benar tidak ada kesempatan atau tidak ada lowongan.
2. Pencari kerja
a. Pencari kerja untuk pertama kali, yaitu seseorang yang belum pernah bekerja, dan baru pertama kali mencari pekerjaan.
b. Pencari kerja untuk beberapa kali, yaitu seseorang yang pernah bekerja tetapi terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan terpaksa harus mencari pekerjaan.
c. Mencari kerja walaupun sudah bekerja, yaitu seseorang yang telah mempunyai pekerjaan tetap, akan tetapi karena merasa tidak puas dengan pekerjaan yang ada maka ia berusaha mendapatkan pekerjaan lain yang lebih besar penghasilannya.
3. Penganggur musiman, ialah para pekerja atau tenaga kerja yang mana bekerjanya sangat bergantung kepada faktor musim.
4. Penganggur terselubung, yaitu para anak-anak sekolah terutama yang berusia 10-14 tahun ke atas, disamping itu para ibu rumah tangga yang kerjanya hanya mengurus rumah tangga sendiri.
Sebab-sebab terjadinya pengangguran bisa disebabkan sebagai berikut:
1. Angkatan kerja yang terus-menerus meningkat jumlahnya dan pertambahan kesempatan kerja tidak seimbang dengan pertambahan angkatan kerja.
2. Angakatn kerja yang sedang mencari kerja tidak dapat memenuhi persyarakat-persyarakat yang diminta oleh dunia kerja atau tidak mempunyai keahlian yang dibutuhkan untuk lowongan kerja tersebut.
Komaruddin (1980:43), berpendapat bahwa pengangguran terjadi disebabkan antara laian oleh kurangnya kelengkapan kapital, tanah atau inisiatif para pengusaha. Sehingga terjadilah pengangguran struktural umum yakni suatu jumlah pekerja yang berlebihan.
Dewasa ini semakin banyak orang yang berpendidikan tinggi semakin sulit mencari pekerjaan. Bahkan banyak orang yang bergelar S1 banyak yang menganggur. Harnes-Sabot (Papanek, 1978:160) berpendapat bahwa kemungkinan besar sekali orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih lama menganggur sambil mencari pekerjaan dibandingkan dengan orang yang tingkat pendidikannya lebih rendah yaitu:
1. Orang yang lebih terpelajar menghadapi kemungkinan tawaran upah yang lebih luas, sihingga keuntungan yang mungkin diperoleh dengan masa pencarian uang lebih lama akan lebih besar.
2. Kaitan empiris anatara pendapat keluarga dan status ekonomi serta pendidikan memungkinkan orang yang berpendidikan dapat membiayai kebutuhan-kebutuhan pokok selama masa pencarian yang agak panjang.
Menurut Paul A. Samuelson dan William D Nordhaus (diterjemahkan Jaka Wasana, 1994:268) mengungkapkan dua dampak pengangguran, yaitu:
1. Dampak ekonomi, jumlah pengangguran yang tinggi menyertai besarnya jumlah output yang tidak diproduksi, sama halnya dengan sejumlah mobil, makanan dan perumahan.
2. Dampak sosial, jumlah pengangguran yang tinggi akan menimbulkan penderitaan batin, sosial, dan psikologis.
Beberapa usaha untuk menekan tingkat pengangguran, antara lain:
1. Perbaiki tanggal pasar tenaga kerja; apabila terdapat sistem informasi yang lebih baik, maka jumlah penganggguran friksional dan struktural bisa dikurangi.
2. Sediakan program latihan; seringkali pekerja tidak memperoleh latihan yang cukup untuk mengisi lowongan pekerjaan yang ada.
3. Perluasan segi pandangan pemerintah, pakar ekonomo Martin Feldstei dari Harvard, merasa bahwa dengan tidak melindungi para pekerja dan kekejaman pengangguran atau kemiskinan, kta secara sadar telah menaikkan pengangguran.
4. Ciptakan pekerja-pekerja umum, pemerintah agar menciptakan pekerjaan-pekerjaan yang tergolong proyek padat karya.
BAB III
PEMBAHASAN
Latar Belakang Timbulnya Pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka
Masalah pengangguran atau tuna karya bukanlah masalah yang mudah, dan tidak hanya terdapat di negara kita saja. Akan tetapi, merupakan suatu masalah umat manusia yang sangat serius dan terdapat pula dimana-mana, baik di sebagian negara yang telah maju, maupun di sebagian negara-negara yang baru berkembang. Bila kita mengkaji secara keseluruhan, masalah pengangguran ini sebenarnya bukanlah suatu masalah yang berdiri sendiri. Masalah utamanya yang tidak dapat dipungkiri adalah sebagai salah satu akibat dari pada ledakan penduduk yang besar, tentu memerlukan pula suatu kebutuhan yang besar pula. Untuk dapat memenuhi kebutuhan yang besar iru, tentu memerlukan kesempatan kerja pula. Oleh karena itu, dari ledakan penduduk yang besar, akan menambah angkatan kerja dan tenaga kerja yang besar pula.
Tipe pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka yaitu pengangguran pencari kerja beberapa kali, yakni pengangguran karena sesuatu hal misalnya terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK maka untuk menyambung hidupnya terpaksa harus mencari pekerja. Hal ini dapat dilihat dari tabel 7, menunjukan pengangguran pencari kerja beberapa kali sebesar 46,67%. Sehingga dapat diidentifikasi latar belakang timbulnya pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka yakni disebabkan beberapa faktor, diantaranya:
a. Faktor Pendidikan
Pengaruh pendidikan terhadap kesempatan kerja dapat diketahui bahwa lapangan kerja pada umumnya memerlukan tenaga kerja yang terampil di bidangnya baik itu bidang pertanian, industri ataupun lapangan kerja bidang jasa lainnya. Untuk dapat bekerja pada lapangan kerja tersebut haruslah memiliki keterampilan tersendiri, baik yang diperoleh dari pendidikan formal maupun pendidikan non-formal. Bahkan tidak jarang diperlukan pula faktor pengalaman kerja.
Bertolak dari persyaratan pendidikan inilah sehingga banyak para angakatan kerja tidak memperoleh kesempatan kerja karena tidak memilki persyaratan latar belakang pendidikan akibatnya menjadi penganggur. Jika dilihat dari data pendidikan terakhir yang terdapat dalam tabel 1, ditunjukan mayoritas pendidikan terakhir di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka yaitu SMA sebesar 65%. Sehingga banyak para angkatan kerja yang tidak memperoleh kesempatan kerja dikarenakan faktor pendidikan tersebut. Lulusan Sekolah Menengah Atas ternyata belum cukup mampu untuk dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Masalah lain yang perlu diperhatikan ialah pengaruh mentalitas para angkatan kerja terhadap arti pendidikan itu sendiri. Pada umumnya, para angkatan kerja dengan predikat pendidikannya selalu berkhayal dan berharap agar setelah tamat pendidikan selalu ingin menjadi pegawai atau karyawan. Sedikit sekali yang berfikir untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Jika setiap orang yang menuntut pendidikan bercita-cita demikian, tentu saja sedikit sekali kemungkinan lapangan kerja tercipta dan semakin sedikit pula tenaga kerja yang terserap.
b. Faktor Ekonomi
Selain faktor pensisika, terdapat faktor laian yaitu faktor ekonomi yang meliputi kesemapatn kerja. Kita ketahui lapangan pekerjaan membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan berlatarbelakang pendidikan. Akan tetapi hal ini tidak dapat dipenuhi oleh para angkatan kerja. Di samping itu lapangan pekerjaan pun masih terlalu kecil dibandingkan dengan angkatan kerja yang ada. Sehingga tidak dapat menyerap tenaga kerja yang ada. Dewasa ini kesempatan kerja yang ada lebih banyak dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan swasta, tentunya faktor ini cukup menghambat seseorang untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu, sebagaimana kita ketahuibahwa terdapat beberapa instansi pemerintah saat ini menerima pegawai yang mana persyaratannya cukup berat bagi sebagian tenaga kerja. Misalnya, untuk menjadi pewagai negeri, dimana pemerintah mengambil kebijaksanaan pembatasan umur bagi pemegang ijazah-ijazah tertentu.
Faktor ekonomi lainnya adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), praktis menyebabkan seseorang kehilangan pekerjaan. Dan selama seseorang tersebut belum mendapatkan pekerjaan baru, maka is menjadi penganggur. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja ini antara lain apabila perusahaan dimana tempat seseorang bekerja tadinya menjadi bangkrut atau pailit. Hal lainnya ialah terjadi indisipliner dari pegawai tersebut sehingga ia dipecat atau diberhentikan dari pekerjaannya. Selain itu, semenjak terjadinya krisis moneter di Indonesia tahun 1998, banyak perusahaan mengalami kebangkrutan yang berdampak kepada timbulnya PHK dan meningkatnya jumlah pengangguran.
c. Faktor Psikologis
Latar belakang timbulnya pengangguran yairu oleh rasa kekecewaan yang dirasakan akibat sering mendapatkan penolakan dalam melamar pekerjaan yang berakibat timbulnya rasa malas untuk terus mau berusaha. Selain itu, adanya rasa tidak percaya diri atau minder karena pendidikan rendah, fisik yang tidak mendukung dan tidak memiliki keterampilan serta rasa gengsi yang tinggi untuk mendapatkan pekerjaan yang kurang menjanjikan.
d. Faktor Lingkungan
Masalak pengangguran di daerah tersebut pun disubabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung atau efektif seperti tidak adanya rasa kreativitas dalam diri masyarakat. Contohnya lebih senang “nongkrong”, kumpul-kumpul dan sebagainya serta tidak adanya jiwa berwirausaha.
e. Faktor Sosial
Sistem komunikasi dan interaksi masyarakat di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka kurang maksimal. Maksudnya individu yang satu dengan yang lainnya kurang berinteraksi dan berkomunikasi dalam mencari informasi kesempatan kerja. Sehingga tidak nampak adanya kerjasama dalam memecahkan masalah pengangguran. Faktor-faktor tersebutlah yang mendorong timbulnya pengangguran yang ada di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka.
Dampak yang Ditimbulkan Akibat Pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka
Dampak yang ditimbulkan akibat pengangguran yaitu masalah ekonomi yang sangat sering sekali di kalangan masyarakat akibat pengangguranm ini. Hal ini menyangkut akan kebutuhan hidup dan kehidupan para penggur, contohnya akibat tidak dapat mengasilkan uang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhanhidup sehari-hari. Seringkali mereka berhutang untuk memenuhi kebutuhannya terutama bagi meraka yang sudah berkeluarga dan mereka yang belum berkeluarga merasa menjadi beban bagi keluarganya sendiri karena tidak bisa membantu perekonomian keluarga termasukmemenuhi keperluan sendiri. Dari masalah ekonomi tersebut timbul masalah-masalah baru yang berpengaruh kepada kehidupan psikologis jiwa penganggur misalnya stress, jenuh, putus asa, sampai merasa minder berada di lingkungan masyarakat. Hal-hali tersebut wajar saja dirasakan oleh para penganggur, karena mereka menganggur dalam waktu yang cukup lama dan selama menganggur tidak banyak kegiatan yang dilakukan yang dapat mendukung mereka dalam memperoleh pekerjaan. Apabila bagi mereka yang sudah berkeluarga menjadi masalah berat, seperti munculnya ketidakharmonisan dalam rumah tangga dan beban berat yang dirasakan untuk membiayai kehidupan anak dan isteri yang dapat berujung kepada perceraian.
Dampak pengangguran bagi masyarakat yaitu adanya gangguan keamanan dan ketertiban bagi masyarakat. Betapa tidak, kemungkinan untuk melakukan pekerjaan apa saja di kalangan penganggur bisa saja terjasi, demi mempertahankan kehidupannya. Tidak mustahil perbuatan-perbuatan kriminologi bisa saja terjadi seperti perti pencurian, dan . Betapa tidak, kemungkinan untuk melakukan pekerjaan apa saja di kalangan penganggur bisa saja terjasi, demi mempertahankan kehidupannya. Tidak mustahil perbuatan-perbuatan kriminologi bisa saja terjadi seperti pencurian, dan kejahatan lainnya. Remaja yang outus sekolah dapat terpengaruh berbagai perbuatan yang dapat berdampak negatif seperti minum-minuman keras, berjudi dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapatlah kita ketahi bahwa secara umum adanya pengangguran dapat mempengaruhi lajunya pembangunan baik pembangunan manusia seutuhnya termasuk material dan spiritual.
Hambatan dan Solusia untuk Menanggulangi Masalah Pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah pengangguran di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka belum membawa pengaruh yang signifikan. Hal ini dikarenakan terdapat hambatan-hambatan dalam merealisasikannya karena faktor pendidikan atau keterampilan para penganggur. Hal ini tentu saja bukanlah suatu rahasia lagi bagi kita semua. Faktor pendidikan ini bukan hanya merupakan hambatan bagi pemerintah saja, akan tetapi merupakan masalah juga bagi masyarakat, dan tuna karya itu sendiri. Merupakan hambatan karena kondisi latar belakang pendidikan yang demikian sulit sekali mengarahkan para angkatan kerja untuk terjun ke lapangan kerja tertentu. Faktor modal, merupakan suatu faktor yang tidak kalah pentingnya dengan faktor-fakto lainnya. Bagaimanapun suatu perencanaan, bagaimanapun mempunya para pelaksana, dan bagaimanapun seriusnya penganggur akan memperbaiki nasibnya, tanpa ditunjang oleh modal yang cukup sudah pasti mustahil akan berhasil usaha-usaha penanggulangannya.
Faktor pendidikan merupakan penghambat menyangkut dengan kesempatan yaitu kesempatan menikmati pendidikan bagi masyarakat sangat terbatas terutama diakibatkan oleh masalah biaya. Sebagai contoh, dapat kita ketahui bahwa kebanyakan tamatan sekolah di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka adalah SMA. Namun bukan berarti yang lulusan perguruan tinggi pun dapat mudah memperoleh kesempatan kerja yang baik. Karena dewasa ini semakin banyak orang yang berpendidikan tinggi semakin sulit juga orang mencari pekerjaan.
Hambatan yang dihadapi oleh pengaggur yaitu faktor modal. Dengan adanya modal bagi penganggur paling tidak dapat menciptakan dirinya untuk berwiraswasta. Selain itu, hambatan yang timbul dari diri penganggur yakni rasa malas. Keengganan yang lebih besar untuk mau berusha lebih keras, dan tidak memiliki kecakapan hidup (life skills), dan kurang memiliki pandangan ke depan atau kesuksesan di masa depan.
Dengan melihat penyebab timbulnya masalah pengangguran di daerah tersebut serta hambatan-hambatannya maka untuk memecahkan masalah pengangguran tersebut, penulis menawarkan beberapa soslusi dari beberapa faktor, diantaranya:
a. Faktor Pendidikan
Solusi yang ditawarkan dalam memecahkan masalah pengangguran yang disebabkan oleh faktor pendidikan adalah tidak hanya terfokus pada pendidikan formal, tetapi sebaiknya mengikuti pendidikan non-formal. Seperti kursusu-kursus keterampilan sehingga walaupun hanya tamatan pendidikan rendah seseorang mampu memiliki suatu keterampilan.
b. Faktor Ekonomi
Salah satu masalah pengangguran yang disebabkan oleh faktor ekonomi adalah dengan mengembangkan usaha wiraswasta dalam bentuk industri ringan ataupun usaha-usaha lainnya sehingga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja atau penganggur. Hal ini akan menambah banyaknya lowongan pekerjaan atau kesempatan kerja. Di samping itu, bagi mereka yang terkena PHK, dengan keahlian yang dimiliki dan modal yang cukup dapat membuka usaha baru baik secara individu ataupun melakukan kerja sama.
c. Faktor Psikologis
Dalam faktor psikologis, solusi yang ditawarkan sebaiknya adalah yang terpenting adanya kesadaran dalam diri pribadi masing-masing untuk bangkit dan meningkatkan rasa percaya diri sehingga terhindar dari rasa minder dan rasa gengsi. Selain itu, dorongan dari keluarga merupakan salah satu yang dapat membangkitkan semangat diri.
d. Faktor Lingkungan
Solusia yang ditawarkan dalam faktor lingkungan adalah sebaiknya ada suatu kerjasama antar anggota masyarakat, peran RT, peran RW untuk mengadakan suatu program-program yang melibatkan masyarakat dalam mengisi kekosongan waktu bagi para penganggur untuk menjadi individu yang kreatif, untuk bisa menciptakan sesuatu yang positif dan bermanfaat. Misalnya program pelatihan keterampilan seperti menyablon, merajut, menjahir. Selain itu, terdapat solusi yang ditawarkan oleh Pemerintah Departeman Sosial kepada para penganggur untuk mengikuti pelatihan sosial selama delapan bulan. Seperti pelatihan kedisiplinan, mental, keterampilan dan berwiraswasta.
e. Faktor Sosial
Dalam faktor sosial solusi yang ditawarkan adalah berkaitan dengan interaksi dan komunikasi salah satunya mampu membuka diri, supel, ampu bekerjasama serta yang terpenting berjiwa sosial. Sehingga peluang untuk mendapatkan pekerjaan lebih mudah karena informasi yang masuk lebih cepat apalagi ditunjang dengan teknologi informasi saat ini yang semakin berkembang pesat.
Deskripsi Angket
Berdasarkan angket yang diisi oleh 20 orang responden, sebagian besar tingkat pendidikan dari penganggur di Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka adalah tamatan SMA sebanyak 65% dari 13 orang responden. Kemudian para penganggur di daerah tersebut sebagian besar belum berkeluarga jadi belum memiliki tanggungan keluarga dengan prosentase 70% dari 14 orang responden. Dalam pengalaman kerja yang dimiliki oleh para penganggur dikategorikan dalam jumlah besar dengan prosentase 85% dari 17 orang responden. Untuk usia penganggur di daerah tersebut masih tergolong usia produktif terlihat dari prosentase 100% dari 20 orang responden. Dan untuk penyebab pengangguran dikategorikan setengahnya disebabkan kurangnya lowongan pekerjaan dengan prosestase 53,33% dari 8 orang responden. Serta jenis pengangguran yang ada di daerah tersebut adalah dikategorikan sengahnya merupakan pencari kerja beberapa kali dengan prosentasi 46,67% dari 7 orang responden.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah mengkaji, menelaah, dan manganalisis masalah pengangguran di daerah Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka dapat disimpulkan bahwa masalah pengangguran marupakan masalah yang signifikan. Pengangguran yang ada di daerah tersebut dapat digolongkan kepada penganggur pencari kerja yang produktif beberapa kali sebanyak 46,67%. Mereka yang menganggur masih dalam usia yang produktif, rata-rata sekitar 18-25 tahun. Timbulnya pengangguran di daerah tersebut yaitu diakibatkan oleh faktor lowongan pekerjaan (53,33% dari hasil penghitungan angket) yang diakibatkan oleh faktor rendahnya pendidikan. Kebanyakan mereka mendapatkan pendidikan terakhir samapi SMA (65%). Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut melatarbelakangi timbulnya masalah pengangguran di daerah tersebut. Untuk penanggulangan masalah pengangguran sepertinya belum ada usaha yang signifikan. Hal ini dikarenakan adanya berbagai penghambat hbaik yang dihadapi oleh pemerintah, masyarakat, maupun oleh penganggur itu sendiri.
Untuk itu, diperlukan partisipasi dari berbagai pihak baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun penganggur itu sendiri. Demi memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan pembangunan baik di masyarakat maupun berbangsa dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
A Samuelson, Paul dan William D. Nordaus. (1994). Ekonomi Kedua Belas-Jilid I alih bahasa Jaka Wasana. Jakarta: Penerbil Erlangga.
J Moleong, Lexy. (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Komaruddin. (1980). Persoalan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni.
Manning, C dan Effendi, T. N. (1985). Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Jakarta: PT. Gramedia.
Rusli, S. (1983). Kepadatan Penduduka dan Peledakannya. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Papanek, Gustav F. (1980). Ekonomi Indonesia, alih bahasa Silvia Tiwon. Jakarta: PT. Gramedia.
Yayasan Kesejahteraan Keluarga Pemuda “66”. (1980). Tuna Karya/Pengangguran Indonesia Masalah Pengangguran. Jakarta: Yayasan Kesejarteraan Keluarga Pemuda “66”.
Yusuf, M. (1985). Pengaruh Timbal Balik antara Kependudukan dengan Berbagai Aspek Kehidupan Manusia. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)