4 my nation

4 my nation

Senin, 14 Desember 2009

Kemenangan GOLKAR dalam Pemilu 1977

Keikutsertaan tiga parpol dalam Pemilu 1977 dituangkan dalam UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Sejak Pemilu 1977 hingga empat pemilu berikutnya, jumlah peserta pemilu tetap tiga, yakni PPP, Golkar dan PDI, dan Golkar selalu keluar sebagai pemenang. Banyak yang menyesalkan keputusan memilih sistem multipartai sederhana ini karena parpol peserta pemilu dianggap tidak mencerminkan keberagaman masyarakat. Aspirasi beberapa kelompok besar yang berkembang di masyarakat tidak dapat disalurkan melalui tiga parpol tersebut. Tetapi, sejumlah ahli ilmu politik melihat penyederhanaan parpol sangat efektif untuk menciptakan stabilitas pemerintahan. Dan hal itu terbukti selama dua dasawarsa sebelum akhirnya Soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden pada 1998.
Namun demikian, era yang disebut-sebut sebagai masa Demokrasi Pancasila ini pada prakteknya berlaku sistem mayoritas tunggal dan Golkar selalu keluar sebagai pemenang, bahkan jauh sebelum hari pencoblosan. Selain menyederhanakan jumlah parpol, UU No. 3/1975 juga membatasi ruang gerak PPP dan PDI. Kedua parpol hanya boleh membentuk kepengurusan sampai tingkat kabupaten/kota, dahulu disebut daerah tingkat II. Inilah yang disebut kebijakan massa mengambang (floating mass). Pemerintah benar-benar membatasi ruang gerak bagi kedua parpol yang hanya berfungsi sebagai "kosmetik" atau "ornamen" demokrasi itu. Dua partai itu selalu diberi kesempatan untuk tetap hidup dan berkembang tetapi jika terlalu rimbun buru-buru dipangkas, baik melalui regulasi maupun instruksi. Tak jauh berbeda dengan tanaman bonsai.
Golkar selalu menjadi pemenang dari pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara langsung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yaitu mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen.
Golkar dengan berdalih bukan partai politik, melainkan golongan, bisa menembus massa hingga ke desa-desa melalui aparatur pemerintah. Kita juga mengenal tiga pilar utama pendukung Golkar adalah ABG, yakni ABRI, Birokrasi, dan (kader) Golkar. Semakin lengkaplah dominasi Golkar dalam kehidupan politik kala itu. Perampingan jumlah peserta pemilu juga diikuti kewajiban parpol menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dengan alasan untuk menekan konflik antarpartai karena setiap partai cenderung memperjuangkan asas mereka masing-masing. Pada dasarnya Golkar dan TNI-AD merupakan tulang punggung rezim militer Orde Baru. Semua politik Orde Baru diciptakan dan kemudian dilaksanakan oleh pimpinan militer dan Golkar. Selama puluhan tahun Orde Baru berkuasa, jabatan-jabatan dalam struktur eksekutif, legislatif dan yudikatif, hampir semuanya diduduki oleh kader-kader Golkar.
Keluarga besar Golongan Karya sebagai jaringan konstituen, dibina sejak awal Orde Baru melalui suatu pengaturan informal yaitu jalur A untuk lingkungan militer, jalur B untuk lingkungan birokrasi dan jalur G untuk lingkungan sipil di luar birokrasi. Pemuka ketiga jalur terebut melakukan fungsi pengendalian terhadap Golkar lewat Dewan Pembina yang mempunyai peran strategis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar